Post on 25-Jan-2019
i
ANALISIS POLA KONSUMSI DAN POLA AKTIVITAS DENGAN KADAR ASAM URAT PADA LANSIA WANITA
PESERTA PEMBERDAYAAN LANSIA DI BOGOR
Early Fajarina
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ii
ABSTRACT
EARLY FAJARINA. Consumption Pattern Analysis and Activity Pattern with Uric Acid Levels in Elderly Women Empowerment Elderly Participants in
Bogor. Under the guidance of IKEU TANZIHA and IKEU EKAYANTI.
Increased Life Expectancy or usually called with UHH (Usia Harapan Hidup) impact on the growing number of elderly population, which in turn will also
increase the incidence of chronic and acute diseases. Uric acid levels are
influenced by many factors, including pattern of consumption and activity pattern. This study aims to analyze the patterns of consumption and patterns of activity
with uric acid levels in older women. This study design is cross sectional study
and take an example in the Empowerment elderly Yasmina Bogor. After inclusion
criteria charged the amount of sample obtained by 30 people. The study found that household characteristics (education, employment,
income and family size) is not related significantly (p> 0.05) on levels of uric
acid. The relationship of individual characteristics (age, menopausal age, and
nutrition knowledge) does not have a real relationship (p> 0.05) with uric acid
levels. Only menopausal age who have a real corelation with uric acid levels (p =
0034, r =- 0389). Nutritional status, activity pattern, and pattern of consumption
(energy, carbohydrates, proteins, fats, and purine) are not real corelation with uric
acid levels (p> 0.05). Only the consumption of drinking water that has a
relationship with uric acid levels (p = 0006, r =- 0487). The results of multiple
linear regression test to variable pattern of consumption and pattern of activity on levels of uric acid is obtained that only the consumption of drinking water which significantly affect the levels of uric acid by the equation y = 14429-1138x with a
significance 0.006.
Key words: elderly women, uric acid levels, consumption pattern, pattern of activity,drinking water.
iii
RINGKASAN
EARLY FAJARINA. Analisis Pola Konsumsi dan Pola Aktivitas Fisik Dengan Kadar Asam Urat Pada Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor Dibimbing oleh Ikeu Tanziha dan Ikeu Ekayanti
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola konsumsi makan dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat wanita lanjut usia. Adapun tujuan penelitian ini secara khusus adalah: (1) Menganalisis proporsi lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan normal; (2) Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi dan individu, aktivitas fisik, dan pola konsumsi pada lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan normal; (3) Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi dan individu, aktivitas fisik, dan pola konsumsi pada lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan normal pada lansia; (4) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar asam urat pada lansia.
Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study. Penelitian dilakukan pada peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Lanjut Usia di Bogor. Contoh adalah peserta pelatihan berusia ≥ 55 tahun, bugar, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, serta bersedia dan dapat diwawancarai. Secara keseluruhan jumlah peserta yang diambil sebagai contoh penelitian adalah 30 orang.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer meliputi karakteristik individu, karakteristik rumah tangga, pola konsumsi makan, status gizi, serta aktifitas fisik. Data sekunder mengenai profil program pemberdayaan lansia dan nama peserta serta data hasil pemeriksaan kadar asam urat lansia. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan dengan teknik wawancara langsung dan pengukuran.
Analisis gambaran menggunakan statistik deskriptif. Analisis hubungan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman serta regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar asam urat. Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa proporsi lansia yang mempunyai kadar asam urat tinggi dan normal adalah 50%-50%. Kelompok contoh dengan kadar asam urat normal sebagian besar lulusan sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 8 orang (53.3%) dan begitu juga pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi, yaitu sebanyak 5 orang (23.3%).. Pendapatan pada contoh dengan kadar asam urat normal dan tinggi terbanyak ada pada selang di atas Rp 1.000.000,00 yaitu secara berturut-turut 40% dan 60%. Mayoritas contoh dengan kadar asam urat normal dan tinggi tergolong dalam keluarga kecil karena tinggal terpisah dari anak dan hanya berdua dengan suami. Presentase besaran keluarga contoh dengan kadar asam urat normal dan tinggi secara berturut-turut adalah 60% dan 63.4%.
Contoh dengan kadar asam urat normal lebih banyak mengalami menopause pada usia di atas 50 tahun, yaitu sebanyak 73.3% .Sebaliknya, pada kelompok kadar asam urat tinggi lebih banyak mengalami menopause pada usia di bawah sama dengan 50 tahun, yaitu sebanyak 60%.
Rata-rata konsumsi beras pada kelompok dengan kadar asam urat normal adalah 21 kali/minggu atau 3 kali/hari. Sedangkan pada kelompok asam urat tinggi tidak jauh berbeda, yaitu (20.06±2.4) kali/minggu. Telur ayam merupakan pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh kelompok contoh dengan kadar asam urat normal, yaitu (3.2±3.8) kali/minggu. Sedangkan pada kelompok dengan asam urat tinggi, daging ayam lah yang paling sering
iv
dikonsumsi, yaitu mencapai (5.8±1.6) kali/minggu. Rata-rata frekuensi konsumsi tahu pada kelompok contoh dengan asam urat tinggi lebih tinggi dari contoh dengan kadar asam urat normal, yaitu (5.13±1.40) kali/minggu. Sedangkan pada contoh dengan kadar asam urat normal sebanyak (4.2±1.69) kali/minggu. Rata-rata frekuensi konsumsi ketimun pada contoh dengan kadar asam urat normal adalah sebesar (9.9±4.7) kali/minggu dan pada kelompok tinggi sebesar (6.6±4.8) kali/minggu. Jeruk merupakan buah yang paling sering dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh. Pada contoh dengan kadar asam urat normal sebanyak (2±1.06) kali/minggu dan pada contoh dengan kadar asam urat tinggi sebanyak (2.33±1.29) kali/minggu. Rataan asupan energi contoh dengan kadar asam urat
normal adalah 1537 280 kkal dan contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah adalah 1509±391 kkal dengan tingkat kecukupan berturut-turut sebesar 89.8% dan 82.2%. Rataan asupan protein contoh dengan kadar asam urat normal adalah 47.8±14.6 gram sehari dan memenuhi 93.7% kecukupan. Sedangkan rataan asupan protein contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah 47.5% sehari dan memenuhi 89.2% kecukupan. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh dengan kadar asam urat tinggi tergolong dalam defisit tingkat ringan, sedangkan pada contoh dengan kadar asam urat normal kecukupan energinya tergolong defisit ringan namun kecukupan proteinnya sudah tergolong normal (Depkes 1996). Pada kelompok contoh yang memiliki kadar asam urat normal terdapat 66.7% yang mempunyai kebiasaan minum lebih dari sama dengan delapan gelas sehari sedangkan kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi sebesar 40%. Rata-rata contoh memiliki aktivitas yang tergolong sedang dengan nilai tingkat aktivitas sebesar 1.70-1.99. Mayoritas satatus gizi kedua kelompok contoh termasuk ke dalam status gizi normal, tetapi kelompok dengan kadar asam urat normal mempunyai presentase lebih besar. Kelompok contoh dengan kadar asam urat normal rata-rata konsumsi purin dalam satu harinya adalah sebesar (229.29±181.3) mg/hari. Sedangkan pada kelompok contoh dengan kadar asam urat yang tinggi rata-rata konsumsi purin perharinya adalah sebesar (433.6±362.6) mg/hari. Rata-rata konsumsi purin perhari pada kelompok contoh dengan kandungan asam urat yang tinggi lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata konsumsi kelompok contoh dengan kandungan asam urat normal.
Bahan pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah daging sapi, telur ayam, cumi, dan daging ayam. Sedangkan pada bahan pangan nabati, jenis yang paling sering dikonsumsi adalah tahu, tempe, bayam, kangkung, dan buncis. Namun secara uji statistik tidak diperoleh hubungan yang nyata (p>0.05) antara konsumsi purin dengan kadar asam urat dalam darah.
Berdasarkan uji hubung yang dilakukan pada semua variabel, hanya dua
variabel yang memiliki hasil signifikan dengan kadar asam urat ,yaitu usia
menopause (p=0.034, r=-0.389) serta konsumsi air minum (p=0.006, r=-0.487).
Uji regresi linear berganda yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumsi minum
berpengaruh nyata terhadap kadar asam urat dengan R2=0.237, artinya
konsumsi air minum berpengaruh sebesar 23.7% terhadap perubahan kadar
asam urat pada lansia.
v
ANALISIS POLA KONSUMSI DAN POLA AKTIVITAS DENGAN KADAR ASAM URAT PADA LANSIA WANITA
PESERTA PEMBERDAYAAN LANSIA DI BOGOR
Early Fajarina
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
vi
Judul : Analisis Pola Konsumsi dan Pola Aktivitas Kadar Asam Urat
Pada Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor Nama : Early Fajarina NRP : I14070129
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr.Ir.Ikeu Tanziha, MS. Dr.Ir.Ikeu Ekayanti, M.Kes. NIP.19611210 198603 2 002 NIP. 19660725 199002 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr.Ir. Budi Setiawan, MS.
NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Disetujui :
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan cinta-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Pola Konsumsi dan Pola
Aktivitas dengan Kadar Asam Urat pada Wanita Lanjut Usia Peserta
Pemberdayaan Lansia di Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Selesainya
penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya,
memberikan arahan, kritik, dan saran, kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi.
2. Yayat Heryatno, SP, MPS selaku dosen pemandu seminar.
3. dr. Mira Dewi, M.D, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku pembimbing akademik.
5. Ayah dan Ibu tercinta (Budi Sosiawan dan Erliana) serta adik-adikku (Rino
dan Rieska) atas kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah berhenti
diberikan kepada penulis dalam setiap perjalanan kehidupan.
6. Reno Aldiano. Seseorang yang begitu yakin pada diri ini, selalu memberikan
dukungan, dan hampir memberikan segalanya untuk penulis.
7. Eka Praditya Juniar yang selalu sabar dalam menemani hari-hari penulis.
Teman-teman seperjuangan dan sepayungan: Ayu dan Caca. Teman-teman
pembahas: Dede Idola, Riza, Icha, dan Eka serta seluruh teman-teman
Luminaire 44. Renjer’s (Niranti dan Dicky) serta Sindaki (Ayu dan Dessy) atas
persahabatannya selama ini.
8. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang tak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan pahala dan kebaikan yang
lebih besar dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.
Bogor, Oktober 2011
Early Fajarina
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei 1988. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Budi Sosiawan dan
Erliana. Penulis memulai studi pada tahun 1994 di SDN 04 Cilandak Barat,
kemudian pada tahun 2000 melanjutkan studinya di SMP Negeri 68 Jakarta.
Tahun 2003 penulis melanjutkan studinya di SMA Negeri 70 Jakarta dan lulus
pada tahun 2006. Pada tahun 2007 diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis diterima
pada mayor Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA)
melalui sistem mayor minor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan
kepengurusan di kampus. Pada tahun 2008-2009 penulis menjadi staff Divisi
Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa Bina Desa BEM KM IPB, staff Divisi
Mentoring Club Forum Syi’ar FEMA. Pada tahun 2008-2010 penulis menjadi
anggota Divisi Kemitraan dan Hubungan Keluar Ikatan Peminat Ekologi Manusia
Indonesia.
Selain menjadi pengurus dibeberapa organisasi kemahasiswaan, penulis
juga aktif menjadi panitia di berbagai kegiatan kampus. Di antaranya tahun 2008
penulis menjadi anggota panitia Nutrition Fair 2008, Koordinator Divisi Humas
dan Sponsorship COHESI (Conference of Human Ecology Student of Indonesia)
tahun 2009, Koordinator Divisi Sponsorship Pra Munas IMPEMA (Ikatan
Mahasiswa Peminat Ekologi Manusia Indonesia) tahun 2010 dan kegiatan
kampus lainnya.
Kegiatan lain di luar kampus yang diikuti penulis adalah menjadi asisten
peneliti di bagian Litbang Harian KOMPAS Jakarta sejak tahun 2008 sampai saat
ini. Selain menjadi asisten peneliti, penulis juga menjadi editor penelitian serta
tenaga survey pada beberapa proyek penelitian KOMPAS.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xii
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................ 1 Tujuan .......................................................................................................... 4 Kegunaan Penelitian ....................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 6
Lanjut Usia ....................................................................................................... 6 Proses Penuaan .............................................................................................. 7
Keadaan Kesehatan Lansia ................................................................. 7 Kecukupan Gizi Pada Lansia ............................................................... 8
Pola Konsumsi Pangan ................................................................................. 10 Penyakit Asam Urat (Gout) ............................................................................ 11
Gambaran Klinis ................................................................................ 15 Pengelompokkan Bahan Makanan Menurut Kadar Purin dan
Anjuran Makan ................................................................................. 15 Purin ......................................................................................................... 16
Fungsi Purin ....................................................................................... 16 Metabolisme Purin ............................................................................. 17
Pengetahuan Gizi .......................................................................................... 18 Status Gizi ..................................................................................................... 19 Indeks Massa Tubuh ..................................................................................... 20 Aktivitas Fisik ................................................................................................. 21 Program Lifeskill Wanita Pra dan Usia Lanjut ............................................... 21
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................................. 23
METODE PENELITIAN ................................................................................................. 25
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 25 Cara Pengambilan Contoh ............................................................................ 25 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................... 26 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 27 Definisi Operasional ...................................................................................... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................... 31
Gambaran Umum Program Lifeskill Wanita dan Usia Lanjut di Bogor ................................................................................................ 31
Proporsi Wanita Lanjut Usia Berdasarkan Status Kadar Asam Urat ................................................................................................... 32
Karakteristik Rumah Tangga ......................................................................... 33
x
Karakteristik Individu ..................................................................................... 36 Status Gizi ..................................................................................................... 39 Aktivitas Fisik ................................................................................................. 40 Konsumsi Pangan ......................................................................................... 42 Tingkat Kecukupan Zat Gizi .......................................................................... 47
Konsumsi Energi ................................................................................ 47 Konsumsi Protein ............................................................................... 48 Konsumsi Lemak ............................................................................... 49 Konsumsi Karbohidrat ....................................................................... 50 Konsumsi Air ...................................................................................... 51
Konsumsi Bahan Pangan Tinggi Purin .......................................................... 53 Hubungan Karakteristik Rumah Tangga dan Individu, Aktivitas
Fisik, Status Gizi, dan Pola Konsumsi dengan Kadar Asam Urat ........................................................................................ 57
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat .................................... 60
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 61
Kesimpulan .................................................................................................... 61 Saran ......................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 63
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 66
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk usia lanjut ............. 8
2 Proses estimasi AKE wanita dewasa berdasarkan EBM yang
menggunakan Oxford Equation ................................................................ 10
3 Kriteria status gizi berdasarkan persentase berat badan aktual
terhadap berat badan ideal ...................................................................... 20
4 Indeks Massa Tubuh Berdasarkan Usia ................................................... 20
5 Variabel,jenis, dan cara pengumpulan data .............................................. 26
6 Jenis dan kategori variabel pengolahan data ............................................ 27
7 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas ....................................... 28
8 Proporsi contoh berdasarkan kadar asam urat ......................................... 32
9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ...................................... 33
10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga ................................. 35
11 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ........................................... 35
12 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ................................................... 36
13 Sebaran contoh berdasarkan usia ............................................................ 37
14 Sebaran contoh berdasarkan usia menopause ........................................ 38
15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ....................................... 39
16 Sebaran contoh berdasarkan usia status gizi ........................................... 40
17 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik ............................................... 41
18 Sebaran contoh terbiasa berolahraga menurut jenis olahraga ................. 42
19 Rataan frekuensi konsumsi makanan pokok contoh ................................. 44
20 Rataan frekuensi konsumsi pangan hewani contoh .................................. 44
21 Rataan frekuensi konsumsi pangan nabati contoh ................................... 45
22 Rataan frekuensi konsumsi sayuran contoh ............................................. 46
23 Rataan frekuensi konsumsi buah contoh .................................................. 46
24 Jumlah konsumsi dan kandungan gizi pangan contoh dalam sehari ........ 47
25 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum sehari ............................ 52
26 Jumlah konsumsi purin kelompok contoh dalam sehari ............................ 54
27 Jenis dan rataan frekuensi pangan tinggi purin contoh ............................. 55
28 Hasil Uji Hubungan dengan Uji Statistik Spearman’rho. ........................... 57
29 Hasil Uji Hubungan dengan Uji Statistik Pearson ..................................... 58
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Mekanisme Turn Over Asam Urat ............................................................ 14
2 Kerangka pemikiran penelitian .................................................................. 24
3 Cara pengambilan contoh ......................................................................... 25
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pengetahuan gizi tentang Asam Urat ........................................................ 65
2 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Sampel ....................................... 67
3 Uji Regresi Linier Berganda Asam Urat dengan Kebiasaan Minum .......... 68
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di suatu negara dapat dinilai melalui derajat
kesehatan masyarakat. Indikator yang digunakan untuk menilai kesehatan
masyarakat ialah angka kesakitan, kematian penduduk, dan usia harapan hidup.
Penurunan angka kesakitan akan berbanding lurus dengan kematian penduduk
dan berbanding terbalik dengan usia harapan hidup. Semakin tinggi usia harapan
hidup berarti pembangunan kesehatan semakin berhasil. Menurut UU No. 13
tahun 1998, meskipun tidak sekaligus, hal ini berarti peningkatan mutu kehidupan
akan menimbulkan perubahan struktur penduduk dan sekaligus menambah
jumlah penduduk berusia lanjut (Arisman 2007).
Penuaan populasi di Indonesia mulai muncul sebagai gambaran
demografi pergeseran penduduk ke usia lanjut dari sekitar 6% selama periode
1950-1990, kini mencapai 9%, dan diprediksi meningkat tajam menjadi 13% pada
tahun 2025, dan menjadi 25% di tahun 2050. Ini berarti pada tahun 2025, 1 dari 4
penduduk Indonesia dapat dikelompokkan sebagai orang berusia lanjut
dibandingkan 1 dari 12 penduduk Indonesia saat ini (Fatmah 2010).
Fenomena terjadinya peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan
oleh penurunan angka fertilitas penduduk, perbaikan status kesehatan akibat
kemajuan teknologi dan penelitian-penilitian kedokteran, transisi epidemilogi dari
penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif, perbaikan status gizi yang ditandai
oleh peningkatan kasus obesitas lansia daripada underweight, peningkatan usia
harapan hidup (UHH), pergeseran gaya hidup dari urban rural lifestyle menjadi
sedentary urban lifestyle, dan peningkatan pendapatan perkapita sebelum krisis
moneter melanda Indonesia (Fatmah 2010). Menurut World Health Organization
(WHO) pada tahun 1998, harapan hidup orang Indonesia meningkat dari 65
tahun pada tahun 1997 menjadi 73 tahun pada tahun 2005. Peningkatan UHH
menyebabkan populasi lanjut usia (lebih dari 75 tahun) meningkat secara pesat
di negara berkembang (Kinsella & Suzman 1992; Schlenker 1998 dalam Shahar
et al. 2007) serta akan berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit
infeksi ke penyakit degeneratif.
Dalam dua dekade terakhir ini, terjadi peningkatan populasi penduduk
lansia di Indonesia dari 4.48% tahun 1971 (5.3 juta) menjadi 9.77% pada tahun
2010 (23.9 juta). Bahkan pada tahun 2020 diprediksi akan terjadi ledakan jumlah
2
penduduk lansia sebesar 11.34% atau sekitar 28.8 juta (Makmur Sunusi 2006
dalam Fatmah 2010). Kaum wanita mendominasi kelompok pendudukusia
tersebut dibandingkan pria. Saat ini hampir 60% penduduk lansia Indonesia
adalah wanita (Fatmah 2010).
Seiring bertambahnya usia dan populasi lanjut usia akan turut
meningkatkan kejadian penyakit kronik dan ketidakberdayaan di kalangan
mereka (Woo 2000 dalam Shahar et al. 2007). Hasil penelitian yang dilakukan di
Malaysia menyebutkan bahwa penyakit kronik dan akut yang paling banyak
dilaporkan oleh subjek penelitian adalah tekanan darah tinggi (32.7%) dan gout
atau artritis (29.6%). Sebaran subjek laki-laki dan perempuan yang mengidap
tekanan darah tinggi, gout atau artritis adalah hampir sama (Shahar et al. 2007).
Hal senada juga disebutkan oleh Boedidarmojo (1994) dalam Yenrina (2001)
yaitu, penyakit radang sendi termasuk golongan empat penyakit yang menonjol
pada masyarakat usia lanjut selain kardiovaskuler, penyakit endokrin dan
penyakit neoplasma.
Kajian Abu Sabha et al. (1997) dalam Shahar et al. (2007) menunjukkan
bahwa artritis merupakan penyakit yang paling sering dikeluhkan oleh kalangan
wanita lanjut usia yang berumur 60 tahun ke atas. Artritis yang dimaksud pada
penelitian tersebut merupakan semua penyakit radang sendi seperti penyakit
asam urat yang disebut dengan hiperurisemia atau gout, dan penyakit radang
sendi lainnya seperti reumatik. Pada wanita, peningkatan risiko penyakit asam
urat dimulai sejak memasuki masa menopause. Setelah memasuki usia
menopause, hormon estrogen pada wanita sudah tidak diproduksi lagi, sehingga
menurunkan ekskresi asam urat.
Kebiasaan makan adalah faktor penting yang berpengaruh kepada status
kesehatan dan kemampuan fisik seorang lanjut usia (Pirlich & Lochs 2001 dalam
Shahar et al. 2007). Apabila usia meningkat, jumlah dan frekuensi makan yang
dikonsumsi akan menurun jika dibandingkan dengan golongan yang lebih muda
(Seiler 2001 dalam Shahar et al. 2007). Mereka juga cenderung menkonsumsi
makanan yang mengandung zat gizi rendah. Keadaan ini disebabkan
menurunnya kemampuan mobilitas, kesulitan mengunyah dan menelan
makanan, ketidakmampuan menyediakan makanan, status sosioekonomi dan
tahap aktivitas fisik yang rendah, kehilangan selera makan yang disebabkan
komplikasi sistem pencernaan,kesedihan dan kesendirian (Shahar et al. 2007).
3
Pada umumnya, gerak badan dan aktivitas fisik menurun secara
signifikan dalam jangka panjang dengan meningkatnya penuaan seseorang.
Perubahan penuaan secara normal terjadi pada komposisi tubuh seseorang
termasuk penurunan massa tubuh, metabolisme basal, cadangan protein, dan
cadangan air. Peningkatan aktivitas seseorang yang termasuk latihan sedang
dapat membantu meningkatkan kebugaran pada lanjut usia serta menurunkan
risiko kegemukan dan berbagai macam penyakit seperti salah satunya adalah
penyakit gout atau asam urat (Komnas Lansia 2010).
Risiko terjadinya asam urat akan bertambah bila disertai dengan pola
konsumsi makan yang tidak seimbang. Banyaknya makanan tinggi purin yang
dikonsumsi akan memperbesar risiko terkena asam urat pada kaum wanita lanjut
usia yang notabene sudah menurun daya imunitasnya akibat hormon estrogen
yang tidak diproduksi lagi serta menurunnya daya metabolisme tubuh semakin
memperbesar risiko terjadinya penyakit asam urat.
Ada berbagai faktor yang dapat meyebabkan kelebihan asam urat di
dalam darah, tetapi asupan purin mempunyai pengaruh paling besar (Clifford and
Story.1976 dalam Yenrina 2001). Purin dapat berupa adenin, guanin, xantin,
hipoxantin (inosin) adalah molekul yang terdapat dalam sel berbentuk nukleotida,
yang mempunyai peranan luas dalam berbagai macam proses biokimia di dalam
tubuh. Pada manusia dan hewan primata purin dimetabolisme menghasilkan
produk akhir berupa asam urat. Kadar asam urat dalam darah dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti faktor fisik, genetik, dan juga asupan makanan. Asupan
makanan yang baik dapat mengkontrol kadar asam urat dalam darah. Ada
banyak jenis makanan yang dapat menyebabkan kadar asam urat dalam darah
menjadi tidak normal, seperti makanan yang tinggi purin, makanan yang
berprotein tinggi, serta konsumsi alkohol.
Perhatian terhadap kesehatan lansia manjadi hal yang penting untuk
meningkatkan angka usia harapan hidup. Hal ini dikarenakan lansia termasuk
golongan yang rentan terkena penyakit. Semakin menurunnya kekuatan fisik dan
daya tahan tubuh membuat mekanisme kerja organ tubuh menjadi terganggu
sehingga rentan terhadap serangan penyakit. Asupan gizi yang baik sangat
diperlukan untuk membantu mengoptimalkan kesehatan dan mencegah
komplikasi penyakit kronis yang mungkin diderita.
Salah satu kegiatan pemberdayaan wanita usia lanjut adalah Program
Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia yang diadakan
4
oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerjasama dengan Yayasan
Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA). Program ini dilaksanakan di Bogor dan
terdiri dari serangkaian kegiatan. Kegiatan yang dilaksanakan pada program ini
adalah penyuluhan tentang perawatan dan pengasuhan usia lanjut, pelatihan
daur ulang sampah plastik, pelatihan menyulam pita dan mayet, pelatihan
kelembagaan, pendampingan, dan pemeriksaan kesehatan (klinis) usia lanjut.
Tujuan dari kegiatan itu salah satunya untuk memberdayakan dan meningkatkan
partisipasi para usia lanjut di masyarakat.
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan, peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang analisis pola konsumsi dan pola aktivitas dengan kadar asam
urat pada wanita lanjut usia. Peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra dan
Usia Lanjut dipilih sebagai contoh dalam penelitian ini karena dipandang dapat
memberikan gambaran tentang karakteristik wanita usia lanjut. Kemudahan
dalam akses pengambilan data juga menjadi pertimbangan peneliti dalam
mengambil peserta program sebagai populasi penelitian. Selain itu, peserta
program ini juga sudah mendapat pendidikan gizi dan pelatihan keterampilan
serta memiliki kegiatan sosial rutin sehingga lebih mudah berkomunikasi dan
bekerjasama dalam pengambilan data.
Tujuan
Tujuan Umum:
Untuk mengetahui pengaruh pola konsumsi makan dan aktivitas fisik
dengan kadar asam urat wanita lanjut usia.
Tujuan Khusus:
1. Menganalisis proporsi lansia berdasarkan kadar asam urat tinggi dan
normal.
2. Mengidentifikasi karakteristik rumah tangga dan individu, aktivitas fisik,
status gizi, dan pola konsumsi pada lansia berdasarkan kadar asam urat
tinggi dan normal.
3. Menganalisis hubungan karakteristik rumah tangga dan individu, aktivitas
fisik, status gizi, dan pola konsumsi pada lansia berdasarkan kadar asam
urat tinggi dan normal.
4. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar asam urat
pada lansia.
5
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kadar asam urat pada lansia wanita
sehingga dapat menyusun diet dan pola aktivitas yang baik dan benar untuk
meningkatkan status kesehatannya. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat
bermanfaat bagi petugas kesehatan untuk dapat mengedukasi masyarakat agar
dapat mencegah terjadinya penyakit kronik dan akut akibat kadar asam urat yang
tidak terkontrol.
.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Lanjut Usia
Perkembangan kehidupan manusia dibagi dalam dua tahap, yaitu masa
pertumbuhan (bayi, anak, remaja) dan masa dewasa, dimana tidak terjadi lagi
pertumbuhan. Tahap lanjut dari masa dewasa yaitu kelompok manusia usia
lanjut. Pada masa ini kematangan fisik dan fisiologis telah tercapai dan
terlampaui (Nasoetion & Briawan 1993). Usia lanjut dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu usia lanjut kronologis atau usia berdasarkan kalender, dan usia
lanjut biologis (Astawan & Wahyuni 1988).
Departemen Kesehatan (1991) membuat pengelompokkan usia lanjut
menjadi:
1. Kelompok pertengahan umur ialah kelompok usia dalam masa virilitas,
yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik
dan kematangan jiwa (45-54 tahun).
2. Kelompok usia lanjut dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).
3. Kelompok usia lanjut ialah kelompok dalam masa senium (65 tahun ke
atas).
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas, menurut
Durmin (1992) membagi lansia menjadi young elderly (65-74 tahun) dan older
elderly (≥75 tahun). Sementara Munro et al. (1987) dalam Arisman (2002)
mengelompokkan older elderly ke dalam dua bagian, yaitu 75-84 tahun dan 85
tahun. Menurut Astawan & Wahyuni (1988), untuk negara-negara yang sudah
maju, dengan ekonomi, gizi, dan kesehatan yang telah baik, batas lanjut usia
adalah sekitar 65 tahun ke atas, sedangkan PBB menetapkan batas lansia
adalah 60 tahun ke atas.
Menurut Patmonedowo et al. (2001), ketuaan menjadikan manusia rentan
terhadap berbagai penyakit. Dibandingkan dengan usia lain, kesehatan para
lansia ditandai oleh menurunnya fungsi berbagai organ tubuh. Penyakit lansia
memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. saling terkait, kronis sehingga cenderung mengalami komplikasi
b. degeneratif, sering menimbulkan kacacatan bahkan kematian
c. akut tetapi ada juga penyakit yang berkembang perlahan-lahan
d. terjadi karena pengaruh obat-obatan
7
Proses Penuaan
Proses penuaan (aging) merupakan proses menua atau proses yang
terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Proses penuaan ini dimulai sejak
proses pembuahan dan umum dialami oleh semua makhluk hidup serta
berlangsung berbeda-beda pada setiap orang. Proses kelahiran, pertumbuhan,
dewasa dan manula adalah bagian dari penuaan yang normal dan penuaan ini
berakhir saat makhluk hidup mati (Cooper et al. 1963).
Turner et al. (1991) menyatakan bahwa proses penuaan terbagi menjadi
penuaan eksternal dan internal. Poses penuaan eksternal merupakan proses
penuaan yang gejalanya dapat dilihat. Perubahan-perubahannya dapat diamati
dari kulit, rambut, gigi, dan postur tubuh. Penuaan internal adalah penuaan yang
gejalanya tidak dapat dilihat, yaitu perubahan degeneratif yang terjadi di dalam
tubuh. Perubahan tersebut terjadi pada sistem saraf, kardiovaskular,
pernapasan, pencernaan, urinari, dan sistem imun. Penuaan dapat disebabkan
karena faktor umur juga dapat terjadi karena faktor psikososial seperti stress,
sosial ekonomi, lingkungan, makanan (gizi) dan kesehatan.
Menurut Wirakusumah (2002), ada beberapa yang mempengaruhi
kecepatan seseorang menjadi tua, baik yang dapat dikendalikan maupun yang
tidak dapat dikendalikan.
1. Faktor genetika yang merupakan faktor bawaan (keturunan) yang
berbeda pada setiap individu.
2. Faktor lingkungan dan faktor gaya hidup. Faktor ini berkaitan dengan diet,
kebiasaan merokok, minum alkohol, kafein, tingkat polusi, pendidikan,
pendapatan, dan sebagainya.
3. Faktor endogenik. Terkait proses penuaan, yaitu perusakan sel yang
berjalan seiring perjalanan waktu.
Selain umur, proses penuaan yang terjadi pada seseorang dapat juga
terjadi karena faktor psikososial seperti stress, sosial ekonomi, lingkungan,
kesehatan, dan gizi. Faktor-faktor ini saling mempengaruhi dan pada setiap
individu berbeda-beda prosesnya.
Keadaan Kesehatan Lansia
Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh
dalam penilaian kebutuhan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat dan ada
lansia mengidap penyakit kronis. Disamping itu sebagian lansia masih mampu
mengurus diri sendiri. Sementara sebagian lain masih sangat tergantung pada
8
belas kasihan orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka tergolong aktif biasanya
berbeda dengan orang dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh
terhadap kesehatan mereka.
Hal tersebut memunculkan istilah Lansia Risiko Tinggi (High Risk Elderly)
dengan kriteria (a) usia diatas 80 tahun, (b) hidup sendiri, (c) depresi, (d)
gangguan intelektual, (e) jatuh beberapa kali, (f) inkontinensia urin, dan (g) di
masa lalu tidak dapat menyesuaikan diri (Arisman 2007).
Kecukupan Gizi Pada Lansia
Lansia adalah mereka yang telah berusia sama dengan diatas 60 tahun.
Lansia mengalami penurunan fungsi organ tubuh yang mengakibatkan
aktivitasnya menurun dibandingkan pada masa dewasa ataupun remaja. Hal ini
mengakibatkan kecukupan gizi lansia pada umumnya lebih rendah dibandingkan
pada kedua masa tersebut (Hardinsyah dan Martianto 1988). Wirakusumah
(2002) menyatakan bahwa pada lansia penggunaan energi semakin menurun
karena proses metabolisme basalnya juga semakin menurun, kenyataan ini juga
berimplikasi pada penurunan kebutuhan energi lansia.
Adanya perubahan pada tubuh lansia menghendaki pola konsumsi
pangan yang berbeda dibandingkan pada usia yang lebih muda. Pada prinsipnya
kebutuhan akan macam zat gizi pada lansia akan tetap seperti yang dibutuhkan
oleh orang dengan usia yang lebih muda, hanya saja terdapat perbedaan pada
jumlah dan komposisinya (Astawan dan Wahyuni 1988).
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (LIPI 2004), angka
kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk lansia adalah:
Tabel 1 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk usia lanjut
Zat gizi Angka Kecukupan Gizi
50-64 tahun ≥65 tahun
Energi (kkal) 1750 1600 Protein (g) 50 50
Vitamin A (µg RE) 500 500 Vitamin D (µg) 10 15 Vitamin E (mg) 15 15 Vitamin K (µg) 55 55 Thiamin (mg) 0.9 0.8
Riboflavin (mg) 1.1 1.1 Niasin (mg) 14 14
Sianokobalamin (µg) 2.4 2.4 Asam Folat (µg) 400 400 Vitamin C (mg) 75 75 Kalsium (mg) 800 800 Fosfor (mg) 600 600
9
Seseorang yang berusia 70 tahun akan mengalami penurunan
metabolisme basal sebesar 20% dibandingkan dengan mereka yang berusia 30
tahun (Astawan & Wahyuni 1988). Studi mengenai pemilihan makanan pada
manusia melibatkan banyak faktor yang saling berinteraksi mulai dari mekanisme
biologis, perilaku makan secara psikologis, sosial, budaya, hingga kesehatan
umum (David & Annie 2004).
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi
setiap hari bagi hampir semua orang, menurut golongan umur, jenis kelamin,
ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencegah terjadinya defisiensi maupun
kelebihan gizi. Kecukupan gizi seseorang akan lebih besar dibandingkan
kebutuhan gizinya. Dalam perhitungan kecukupan gizi, sudah diperhitungkan
faktor variasi kebutuhan individual kecuali untuk energi setingkat dengan
kebutuhan rata-rata ditambah dengan dua kali simpangan bakunya.
Angka Kecukupan Energi (AKE) pada WNPG VIII bagi orang dewasa
didasarkan pada Oxford Equation yang merupakan hasil meta analisis untuk
estimasi energi basal metabolisme (EBM) berdasarkan berat badan. Komponen
utama yang menentukan kecukupan energi adalah Energi Basal Metabolik (EBM)
atau Basal Metabolic Rate (BMR). Menurut Manual of Medical Nutritional
Therapy (2011), EBM adalah pengeluaran energi seseorang yang diukur pada
saat status post-absorptif (tidak ada konsumsi makanan dalam 12 jam terakhir)
setelah beristirahat selama 30 menit dalam lingkungan dengan temperatur
normal.
Perhitungan EBM Oxford Equation lebih sesuai karena dalam sampelnya
termasuk populasi Asia (China dan Filipina) yang postur tubuhnya mirip orang
Indonesia. Disamping studi yang dilakukan di Malaysia dan Filipina juga
menunjukkan bahwa Schofield Equation yang digunakan FAO/WHO (1985)
overestimate sekitar 10-15% tergantung usia dan jenis kelamin. Tingkat kegiatan
diadopsi dari review kajian di Filipina (FNRI 2003). Koreksi umur bagi orang
dewasa setelah usia 30 tahun juga dilakukan (FAO/WHO 1985 & IOM 2002).
Penurunan kebutuhan energi 5% pada usia 30-64 tahun dan 10% pada usia >65
tahun. Hasil estimasi AKE bagi wanita dewasa disajikan dalam Tabel 2.
Tingkat Kegiatan Fisik (TKF) dalam perhitungan bagi orang dewasa
adalah pada tingkat kegiatan ringan. Faktor tingkat kegiatan fisik, menggunakan
hasil berbagai penelitian Guzman et al. yang direview oleh FNRI (2003), yaitu
1.58 dan 1.45 masing-masing bagi pria dan wanita kegiatan ringan; 1.67 dan
10
1.55 bagi pria dan wanita kegiatan sedang; dan 1.88 dan 1.75 bagi pria dan
wanita kegiatan berat. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan faktor tingkat
kegiatan FAO/WHO (1985) terutama untuk wanita. AKE pria dan wanita dewasa
menggunakan tingkat kegiatan fisik sedang.
Tabel 2 Proses estimasi AKE wanita dewasa berdasarkan EBM yang menggunakan Oxford Equation
Umur BB (Kg)
Rumus EBM EBM (kkal)
TKF (ringan)
Koreksi umur
AKE (kkal/hr)
AKE diperhalus
Wanita 19-29 52 13.4B + 517 1214 1.55 1.00 1882 1900 30-49 55 9.59B + 687 1214 1.55 0.95 1788 1800 50-64 55 9.59B + 687 1214 1.55 0.95 1788 1750
65+ 55 9.59B + 608 1135 1.55 0.90 1583 1600
Angka Kecukupan Protein (AKP) wanita dewasa didasarkan pada rata-
rata kebutuhan protein dikalikan berat badan, ditambah sejumlah safe level
(24%) dan dikoreksi dengan faktor koreksi mutu sebesar 1.2. Tambahan 24%
didapat dari review FAO/WHO (1985) yang masih valid menurut IOM (2002),
yaitu berasal dari koefisien variasi 12% (2 x koefisien variasi). Koreksi mutu
protein didasarkan pada kenyataan bahwa pangan hewani hanya berkontribusi
sekitar 4% terhadap total energi, artinya mutu protein makanan penduduk
Indonesia masih rendah, sehingga perlu adanya faktor koreksi mutu yaitu
sebesar 1.2.
Pola Konsumsi Pangan
Nasoetion et al. (1992) mendefinisikan pola konsumsi pangan sebagai
susunan jenis atau ragam pangan yang biasa dikonsumsi seseorang atau
sekelompok orang di daerah tertentu. Pengelompokkan pola konsumsi pangan
dapat dibentuk berdasarkan kegunaan atau fungsi pangan dalam tubuh meliputi
pola konsumsi pangan pokok, pola konsumsi pangan sumber protein, pola
konsumsi sayuran, dan pola konsumsi buah-buahan.
Pola konsumsi pangan dapat juga diartikan sebagai frekuensi bahan
makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada
suatu kelompok masyarakat tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama
untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang (Harper et al. 1985).
Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam penelitian konsumsi
pangan terdapat tiga metode yang digunakan, yaitu metode kualitatif, metode
kuantitatif, serta gabungan keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk
mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan,
dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitatif digunakan
11
untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung
asupan zat gizi.
Menurut Riyadi (1996) pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya yaitu, (1) ketersediaan pangan, jenis, dan jumlah pangan
dalam pola makanan di suatu daerah tertentu. Bila pangan tersedia secara
kontinyu maka akan membentuk kebiasaan makan, (2) pola sosial, budaya, dan
pola kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam memilih pangan. Pilihan
pangan biasanya ditentukan oleh adanya faktor-faktor penerimaan atau
penolakan terhadap pangan oleh seseorang atau sekelompok orang. Pola
konsumsi pangan yang baik hendaknya diartikan dengan membudayakan makan
yang memenuhi konsumsi makanan yang bermutu, beragam, bergizi seimbang,
dan sesuai kebutuhan serta aman dan halal.
Metode food recall 24 jam adalah salah satu metode dalam melakukan
penilaian konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan
dan gambaran tingkat kecukupan bahan pangan dan zat gizi pada tiap kelompok,
rumah tangga, dan individu serta faktor-faktor yang mempengruhi konsumsi
pangan. Prinsip dari metode ini adalah melakukan pencatatan jenis dan jumlah
bahan pangan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Data yang
diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Data kuantitatif didapatkan dengan
menanyakan secara lebih rinci jumlah makanan yang dikonsumsi dengan
menggunkan alat ukuran rumah tangga (URT) seperti sendok, gelas, piring, dan
lain-lain (Supariasa et al. 2002).
Penyakit Asam Urat (Gout)
Gout adalah salah satu penyakit artritis yang disebabkan oleh
metabolisme abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam
urat dalam darah. Hal ini diikuti dengan terbentuknya timbunan kristal berupa
garam urat di persendian yang menyebabkan peradangan sendi pada lutut dan
atau jari (Bagian Gizi RS.Dr.RSCM dan Persagi 2005).
Menurut Price dan Wilson (2002) gout merupakan gangguan metabolik
yang sudah dikenal oleh Hipokrates pada zaman Yunani kuno. Pada waktu itu
gout dianggap sebagai penyakit kalangan sosial elit yang disebabkan karena
terlalu banyak makan, minum anggur, dan seks. Sejak saat itu banyak teori
etiologis dan terapeutik yang telah diketahui mengenai penyakit gout, dan tingkat
keberhasilannya juga tinggi.
12
Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan
metabolik, sekurang-kurangnya ada sembilan gangguan, yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer
maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam
urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout
sekunder disebabkan karena pemebentukan asam urat yang berlebihan atau
ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian
obat-obat tertentu.
Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal monosodium urat
monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk
seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan
menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai gout. Jika tidak diobati, endapan
kristal akan menyebabkan kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak.
Gout merupakan salah satu penyakit tertua yang tercatat sepanjang
sejarah kesehatan yang merupakan kegagalan metabolisme purin yang level
akumulasi asam urat dalam darahnya di atas normal (hyperurisimia). Sebagai
konsekuensinya, sodium urat dibentuk dan disimpan sebagai tophi dalam tulang
sendi kecil dan mengelilingi jaringan. Penyakit ginjal terjadi dan asam urat
nephrolithiasis dapat terjadi. Pada penyakit gout, titik yang biasa terjadi adalah di
sekitar telinga, kemudian titik tersebut menjadi pelebaran jempol atau siku
(Mahan & Stump 2008).
Prevalensi gout meningkat (Choi dan Curhan 2005 dalam Mahan dan
Stumb 2008), penyakit ini biasanya terjadi setelah usia 35 tahun dan didominasi
oleh laki-laki. Tetapi, ini dapat menyebar merata pada kedua jenis kelamin pada
usia lanjut (Sag dan Choi 2006 dalam Mahan dan Stumb 2008).
Gout dicirikan oleh nyeri atritis pada suatu tempat dengan serangan
mendadak dan akut yang biasanya dimulai pada ibu jari dan berlanjut ke kaki.
Pada sebuah kajian retrospektif pada keluarga yang menderita gout mempunyai
serangan 7.5 tahun lebih awal dibandingkan dengan kelompok subjek dengan
kadar serum trigliserida, kolesterol, dan hipertensi terendah dibandingkan
dengan keluarga tanpa penyakit guot (Chen et al. 2001 dalam Mahan dan Stumb
2008). Simpanan urat dapat merusak jaringan sendi, menunjukkan gejala artritis
kronis.
Salah satu yang membentuk gout adalah obesitas (WHO 2002 dalam
Mahan dan Stumb 2008). Peningkatan jaringan adiposa viseral sepertinya
13
memberatkan risiko resistensi insulin dalam gout dan dapat membuat pasien
lebih berisiko untuk penyakit aterosklerosis (Takashi et al. 2001 dalam Mahan
dan Stumb 2008). Meskipun penurunan berat badan kelihatan melindungi (Choi
et al. 2005; Dessein et al. 2000 dalam Mahan dan Stumb 2008), ketosis dikaitkan
dengan puasa atau diet rendah karbohidrat juga dapat menurunkan serangan.
Ada kalanya gangguan tersebut disebabkan oleh pembedahan. Sebagai
penyakit yang maju, gejala yang terjadi lebih berfrekuensi dan lebih lama. Luka
yang parah atau di luar yang biasa terjadi dapat mempercepat episode dan
serangan yang berhubungan dengan lingkungan. Hipertensi dan penggunaan
diuretik menjadi faktor risiko gout yang tepat (Choi et al. 2005b dalam Mahan dan
Stumb 2008). Kajian epidemiologi menunjukan adanya hubungan antara gout
dengan dislipidemia, diabetes mellitus, dan sindrom resistensi insulin (Fam 2005
dalam Mahan dan Stumb 2008).
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin pada satwa
primata, baik purin yang berasal dari bahan pangan maupun dari hasil
pemecahan purin asam nukleat tubuh. Dalam plasma, urat terutama berada
dalam bentuk natrium urat sedangkan dalam saluran urin, urat dalam bentuk
asam urat. Namun pada umumnya disebutkan sebagai asam urat tanpa
menunjukkan tempat keberadaannya (Yenrina 2001).
Kandungan normal natrium urat dalam plasma kurang dari 7 mg/dl (Martin
et al. 1984). Berdasarkan penelitian laboratorium klinis, kadar natrium urat
normal untuk wanita berkisar berkisar 2.4-5.7 mg/dl dan untuk pria berkisar 3.4-7
mg/dl. Jika natrium urat plasma melebihi standar ini disebut hiperurisemia.
Enzim penting yang berperan dalam sintesis asam urat adalah xantin
oksidase yang sangat aktif bekerja dalam hati, usus halus, dan ginjal. Tanpa
bantuan enzim ini asam urat tidak dapat dibentuk (Martin et al. 1984).
Mekanisme turn over asam urat dapat dilihat pada Gambar 1.
14
Gambar 1 Mekanisme Turn Over Asam Urat
Peningkatan kadar asam urat dalam plasma dapat disebabkan oleh
meningkatnya produksi asam urat atau menurunnya pengeluaran asam urat.
Apabila produksi asam urat meningkat akan terjadi peningkatan pool asam urat,
hiperurisemia, dan pengeluaran asam urat melalui urin meningkat. Peningkatan
produksi asam urat dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi bahan pangan
yang mengandung purin atau meningkatnya sintesis purin dalam tubuh
(Krisnatuti et al. 2000).
Menurut Passmore dan Eastwood (1987), penyebab hiperurisemia dibagi
dua yaitu primer dan sekunder. Hiperurisemia primer disebabkan oleh faktor
genetik dan lingkungan. Hiperurisemia sekunder disebabkan adanya komplikasi
dengan penyakit atau obat dari penyakit ginjal, hipertensi, diabetes mellitus,
hyperlipidemia, pisoriasis, hipotiroid, dan leukemia sedangkan faktor kegemukan
dan minum alkohol dapat memicu terjadinya hiperurisemia.
Prekusor bukan purin
Purin jaringan nukleotida
Pool Asam Urat
Nukleoprotein makanan
Ekskresi melalui ginjal
Ekskresi melalui saluran cerna
Asam Nukleat Jaringan
Katabolisme
Sintesa de novo
15
Gambaran Klinis
Pada keadaan normal kadar asam urat serum pada laki-laki mulai
meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai
setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui
ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria.
Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak
diobati. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam urat
serum pada laki-laki adalah 5.1 ± 1.0 mg/dL dan pada perempuan adalah 4.0 ±
1.0 mg/dL. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dL pada seseorang dengan
gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari
peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia asimtomatik
yang berlanjut menjadi serangan gout akut (Price & Wilson 2002).
Pengelompokkan Bahan Makanan Menurut Kadar Purin dan Anjuran Makan
Kelompok 1 merupakan bahan makanan dengan kandungan purin tinggi
(100-1000 mg purin/100 g bahan makanan). Kelompok bahan makanan ini
sebaiknya dihindari. Kelompok tersebut terdiri dari otak, hati, jantung, ginjal,
jeroan, ekstrak daging/ kaldu, bouillon, bebek, ikan sardine, makarel, remis, dan
kerang.
Kelompok 2 adalah bahan makanan dengan kandungan purin sedang ( 9-
100 mg purin/100 g bahan makanan). Kelompok bahan makanan ini dibatasi
maksimal 50-75 g (1-1 ½ potong) daging, ikan atau unggas, atau 1 mangkok
(100 g) sayuran sehari. Kelompok bahana makanan tersebut terdiri dari daging
sapi dan ikan (kecuali yang terdapat dalam kelompok 1), ayam, udang ; kacang
kering dan hasil olahannya, seperti tahu dan tempe; asparagus, bayam, daun
singkong, kangkung, daun dan biji melinjo.
Kelompok 3 merupakan bahan makanan dengan kandungan purin
rendah, sehingga dapat diabaikan dan dapat dimakan setiap hari. Kelompok
bahan makanan ini adalah nasi, ubi, singkong, jagung, roti, mie, bihun, tepung
beras, cake, kue kering, puding, susu, keju, telur; lemak dan minyak; gula;
sayuran dan buah-buahan, kecuali sayuran dalam kelompok 2 (Bagian Gizi
RS.Dr.RSCM dan Persagi 2005).
16
Purin
Purin adalah molekul yang terdapat dalam sel dalam bentuk nukleotida.
Asam amino dan nukleotida berhubungan satu sama lain. Keduanya adalah unit
dasar dalam biokimiawi pembawa sifat genetik. Nukleotida unsur pemberi sandi
asam nukleat, bersifat essensial pada pemeliharaan dan pemindahan informasi
genetik. Asam amino merupakan unit pembangun protein dan dibutuhkan untuk
ekspresi informasi genetik (Lehninger 1991).
Nukleotida yang paling dikenal adalah purin dan pirimidin sebagai pra-zat
monomerik asam ribonukleat (RNA) dan asam deoksiribonukleat (DNA). Purin
apabila berdiri sendiri disebut basa purin, jika basa purin berikatan dengan gula
pentosa disebut nukleosida, jika basa purin berikatan dengan gula pentosa dan
asam phospat disebut nukleotida purin. Basa purin terdiri dari adenin, guanin,
hipoxantin (inosin) dan xantin (Bondy dan Rosenberg 1980, Martin et al. 1984
dalam Yenrina 2001).
Basa-basa purin yang terdapat pada nukleotida berasal dari substitusi
struktur cincin zat dasar purin. Adenin dan guanin terdapat pada makhluk hidup
sedangkan xantin dan hipoxantin terdapat sebagai zat antara pada metabolisme
adenin dan guanin (Martin et al. 1984).
Fungsi utama nukleitida purin bersama-sama dengan nukleotida pirimidin
adalah sebagai pro-zat pembentuk asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat
(DNA) dan asam ribonukleat (RNA). Selain itu nukleotida purin berperan sebagai
komponen dari molekul berenergi tinggi yaitu adenosin tripospat (ATP), adenosin
dipospat (ADP), adenosin monopospat (AMP), dan guanosin monopospat
(GMP), guanosin dipospat (GDP), dan guanosin tripospat (GTP) (Yenrina 2001).
Fungsi Purin
Asam deoksiribonukleat (DNA) berkaitan dengan sifat-sifat genetik, pada
mikroorganisme satu untai DNA menyimpan informasi genetiknya. Pada
organisme tingkat tinggi, DNA terdapat sebagai nukleoprotein di dalam
kromosom, sebagian besar DNA terdapat di dalam inti sel, sejumlah kecil di
dalam mitokondria dan kloroplas.
DNA menyediakan cetakan bagi sintesis protein di dalam sel, sifat
keturunan diwariskan melalui proses replikasi yang melibatkan peranan sejumlah
protein dan enzim (Suhartono 1989 diacu oleh Yenrina 2001). DNA dibutuhkan
dalam pertumbuhan dan pembelahan sel, unit monomer DNA adalah adenin,
17
guanin, sitosin, dan timin. Unit-unit monomer DNA dijadikan bentuk polimer oleh
ikatan 3’5’ fosfodiester.
Asam ribonukleat tersebar luas diseluruh sel, sebagian RNA terdapat di
dalam sitoplasma sebagai RNA terlarut dan RNA ribosom sebagian kecil terdapat
di dalam inti sel dan di dalam mitokondria. Asam ribonukleat dibutuhkan dalam
sintesis protein, unit monomer RNA adalah adenin, guanin, sitosin, dan urasil
(Yenrina 2001).
Metabolisme Purin
Di dalam bahan pangan, purin terikat dalam asam nukleat berupa
nukleoprotein. Di dalam usus, asam nukleat dibebaskan dari nukleoprotein oleh
enzim pencernaan, dan asam nukleat dipecah menjadi mononukleotida.
Selanjutnya mononukleotida dihidrolisis menjadi nukleosida.
Nukleosida sudah dapat langsung diserap dan sebagian dipecah lebih
lanjut menjadi purin dan pirimidin. Purin teroksidasi menjadi asam urat yang
dapat diabsorpsi melalui mukosa usus dan diekskresikan melalui urin (Martin et
al. 1984). Mamalia dan sebagian besar vertebrata bersifat prototrofik untuk purin
dan pirimidin yaitu mampu mensintesis nukleosida purin dan pirimidin de novo
sehingga tidak tergantung pada asam nukleat dan nukleotida dari bahan pangan.
Berbagai macam nukleosida hasil dari pemecahan nukleoprotein dapat
diserap atau dipecah lebih lanjut oleh posporilase usus menjadi purin atau
pirimidin bebas. Basa guanin dioksidasi menjadi xantin dan kemudian menjadi
asam urat, nukleosida adenosin dapat dirubah menjadi inosin, hipoxantin, dan
kemudian menjadi asam urat.
Pada manusia dan mamalia lainnya, nukleotida purin disintesis untuk
memenuhi kebutuhan organisme akan pra-zat monomer asam nukleat dan untuk
fungsi lainnya. Pada beberapa organisme seperti burung, amphibi, dan reptilia,
sintesis purin mempunyai fungsi tambahan sebagai alat ekskresi produk buangan
nitrogen sebagai asam urat. Organisme ini dinamakan urikotelik, sedangkan
organisme yang membuang produk nitrogennya dalam bentuk urea seperti
manusia dinamakan ureotelik. Organisme urikotelik mensintesis nukleotida purin
dengan kecepatan yang relatif lebih besar dari pada organisme ureotelik, akan
tetapi langkah yang diperlukan dalam sintesa de novo nukleotida purin sama
(Yenrina 2001).
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur
penghematan (salvage pathway).
18
1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah
melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat,
asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian
mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang
mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan
amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme
inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya
untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui
basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan.
Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa
purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP
untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini
dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase
(HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT) (Murray et al. 2006)
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi
secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal.
Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal
dan dikeluarkan melalui urin.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, di mana sebagian besar dari
pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting bagi
terbentuknya suatu tindakan. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo
1993 dalam Sukandar 2007).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Notoatmodjo (1993) dalam Marga (2007),
tingkat pengetahuan mencakup 6 tingkatan, yaitu (1) Tahu atau dapat mengingat
materi yang sebelumnya; (2) Memahami, yaitu kemampuan untuk menjelaskan
dan menginterpretasikan dengan benar objek yang diketahui; (3) Aplikasi yaitu
menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya; (4)
Analisis yaitu kemampuan menjabarkan materi kedalam komponen-komponen;
(5) Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian menjadi satu
19
kesatuan yang baru; (6) Evaluasi yaitu kemampuan melakukan penilaian
terhadap suatu objek.
Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Brieger (1992) mengemukakan
bahwa pengetahuan umumnya datang dari pengalaman yang dapat diperoleh
dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, keluarga, teman, buku,
surat kabar dan majalah. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan adalah proses untuk mengetahui sesuatu yang dilakukan
oleh manusia berdasarkan pengalaman, perasaan, pola pikirnya terhadap objek
tertentu.
Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukan
kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang
dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper et al. 1985).
Menurut Sanjur (1982) yang diacu dalam Sukandar (2007), pengaruh
pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin
tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu konsumsi
makanan menjadi baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh
pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan
keterampilan gizi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan
cenderung memilih makanan yang murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi,
sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan dan minum
sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi. Seseorang yang
memiliki pengetahuan positif tentang makanan maka akan memiliki kualitas
makanan yang lebih baik. Kualitas yang dimaksud adalah ketersediaan zat gizi
dalam jumlah dan jenis yang cukup bagi kesehatan tubuh.
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang
sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan.
Penilaian status gizi dapat memberikan gambaran tentang baik atau tidaknya
status gizi orang tersebut (Gibson 2005). Status gizi adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari
keadaan gizi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa et al. 2001). Penilaian
status gizi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui konsumsi
makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Menurut Riyadi (2001), penilaian
20
status gizi dapat dilakukan secara tunggal dengan satu indikator atau dapat
menggunakan beberapa indikator gabungan agar didapat hasil yang lebih efektif.
WHO (2000) menyatakan bahwa wanita cenderung mengalami
peningkatan penyimpanan lemak. Kekurangan dan kelebihan gizi pada orang
dewasa adalah masalah penting karena akan menimbulkan resiko penyakit
tertentu. Pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara
berkesinambungan salah satunya adalah dengan mempertahankan berat badan
normal. Menurut Manual Of Medical Nutritional Therapy (2011), penentuan status
gizi seseorang juga dapat dilakukan dengan menggunakan persentase berat
badan aktual terhadap berat badan ideal.
Tabel 3 Kriteria status gizi berdasarkan persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal
Persentase Berat Badan Ideal (%) Kriteria
≥200 Obesitas II ≥150 Obesitas I ≥120 Overweight 80-90 Gizi kurang I 70-79 Gizi kurang II ≤69 Gizi kurang III
Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan teknologi tepat guna untuk
memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan
normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih
panjang. Berikut ini merupakan tabel Indeks Massa Tubuh berdasarkan usia.
Tabel 4 Indeks Massa Tubuh Berdasarkan Usia
Usia (Tahun) IMT (Berat/Tinggi [kg/m2])
19-24 19-24 25-34 20-25 35-44 21-26 45-54 22-27 55-65 23-28 >65 24-29
Sumber : Food and Nutrition Board, Committee on Diet and Health, National Research Council: Implications for reducing chronic diseases risk 1989 dalam Mahan and Stump
2000.
21
Penggunaan IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu
hamil, dan olahragawan. Selain itu IMT dapat diterapkan pada keadaan khusus
(penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa et al.
2002).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan
system penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan
energi di luar metabolismenya untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru
memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke
seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi
yang dibutuhkan tergantung pada berapa berat pekerjaan yang dilakukan
(Almatsier 2003). Riyadi (1996) menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi
tubuh yang dikeluarkan selama aktivitas sehari maka sebenarnya jumlah tersebut
merupakan kebutuhan energi seseorang, dengan asumsi aktivitas harian
tersebut merupakan aktivitas normal.
Perubahan terbesar yang terjadi pada usia lanjut adalah kehilangan
massa tubuhnya, termasuk tulang, otot, dan massa organ tubuh, sedangkan
massa lemak meningkat (Doewes 1996). Peningkatan massa lemak dapat
memicu resiko penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit
degeneratif lainnya. Penurunan aktivitas fisik pada usia lanjut harus diimbangi
dengan penurunan asupan kalori. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya
obesitas. Jika asupan kalori tidak diimbangi dengan penggunaan kalori maka
akan dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit degeneratif (Wirakusumah
2001).
Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia
Program ini merupakan program pemberdayaan wanita lanjut usia.
Program ini diadakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerjasama
dengan Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA). Program ini bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas wanita lanjut
usia. sasaran dan peserta dalam kegiatan adalah ibu-ibu usia lanjut dan/atau
keluarga
Terdapat 6 kegiatan yang dilaksanakan dalam program pemberdayaan
wanita pra lanjut usia dan wanita lanjut usia. Kegiatan yang dilaksanakan pada
program ini adalah penyuluhan tentang perawatan dan pengasuhan lanjut usia,
pelatihan daur ulang sampah plastik, pelatihan menyulam pita dan mayet,
22
pelatihan kelembagaan, pendampingan, dan pemeriksaan kesehatan (klinis)
lanjut usia. Kegiatan-kegiatan tersebut menjalin kemitraan dengan Yayasan
Emong Lansia (YEL), Puskesmas Dramaga, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor,
Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM) Trashion, Posdaya Desa Babakan, serta
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kewirausahaan IPB.
23
KERANGKA PEMIKIRAN
Dewasa ini peningkatan pembangunan khususnya di bidang kesehatan
telah mengurangi angka kesakitan dan kematian penduduk. Hal ini sesuai
dengan Visi Indonesia Sehat 2010 yang ingin meningkatkan derajat kesehatan
penduduk Indonesia. Angka kesakitan dan kematian berbanding terbalik dengan
Usia Harapan Hidup (UHH). Semakin menurunnya angka kesakitan dan
kematian, UHH penduduk semakin tinggi. Peningkatan UHH menyebabkan
populasi lanjut usia semakin banyak dan akan berdampak pada meningkatnya
kejadian penyakit kronik dan akut di kalangan lansia.
Bergesernya penyebab penyakit, dari infeksi menjadi degeneratif yang
terjadi pada masa sekarang ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat,
diantaranya pola aktivitas yang kurang dan pola makan yang tidak sehat.
Penyakit yang diderita oleh lansia diduga merupakan dampak dari pola
makannya terdahulu yang baru dirasakan dampaknya setelah mereka memasuki
usia lanjut. Setelah memasuki usia lanjut ini, para lansia umumnya memiliki
aktivitas fisik yang lebih rendah dari golongan usia yang lebih muda dikarenakan
sudah berkurangnya kemampuan otot mereka. Konsumsi makan dan aktivitas
fisik yang tidak seimbang akan meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit,
salah satunya adalah radang sendi seperti asam urat. Aktivitas fisik yang rutin
dilakukan dapat menurunkan risiko berbagai penyakit dan meningkatkan kualitas
hidup serta kebugaran pada lansia.
Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh lansia adalah penyakit
asam urat. Faktor penyebab terjadinya risiko penyakit asam urat adalah pola
makan yang tinggi kandungan purin dan juga faktor genetik. Namun, pada
penelitian ini hubungan penyakit asam urat dengan variabel genetik tidak diteliti.
Tinggi atau rendahnya kadar asam urat seseorang disebabkan oleh
banyak faktor, diantaranya adalah pola makan dan pola aktivitas. Karakteristik
individu dapat mempengaruhi pola aktivitas, karakterstik rumah tangga, dan juga
dapat dengan langsung mempengaruhi pola makan. Pola makan dan pola
aktivitas seseorang akan mempengaruhi status gizinya. Status gizi ini akan
berpengaruh terhadap kadar asam urat seseorang. Oleh karena itu penelitian
mengenai pola konsumsi dan pola aktivitas pada wanita lanjut usia penting untuk
dilakukan.
24
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
Risiko Kejadian Gout Atritis
Karakteristik Rumah Tangga - Besar keluarga - Tingkat pendidikan - Tingkat Pendapatan - Pekerjaan
Status Gizi -IMT
(BB/TB2 (kg/m
2))
Status Kadar Asam Urat
Genetik
Karakteristik individu - Usia - Usia menopause - Pengetahuan gizi asam urat
Aktivitas Fisik -Kegiatan sehari-hari - Kebiasaan olah raga
Konsumsi Pangan: Frekuensi, jenis, jumlah
konsumsi pangan: - Pangan sumber
karbohidrat - Pangan hewani - Sayur & buah - Air - Pangan sumber purin
25
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study. Pemilihan
tempat tersebut dilakukan secara purposive, yaitu di Bogor pada peserta
Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2011 hingga Mei 2011.
Cara Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita lansia di masyarakat luar
panti serta mengikuti kegiatan Pemberdayaan Wanita Lanjut Usia, dengan
kriteria inklusi berusia ≥55 tahun, bugar, sudah mengalami menopause minimal
satu tahun, tidak bungkuk, tidak mengalami gangguan pendengaran serta
bersedia dan dapat diwawancarai. Jumlah populasi adalah 50 orang wanita
lansia yang menghadiri pemeriksaan gratis di Kampus IPB Dramaga.
Penentuan populasi yang akan dijadikan contoh dalam penelitian atas
dasar pertimbangan: (1) Kemudahan akses pengambilan data; (2) Keadaan
sosial ekonomi yang bervariasi; (3) Peserta program sudah pernah mendapat
pelatihan dan pembinaan sehingga dapat lebih mudah berkomunikasi dengan
baik. Peserta program seluruhnya berjumlah 65 orang. Jumlah peserta yang
diambil sebagai contoh penelitian adalah 30 orang setelah dikenai kriteria inklusi.
Gambar 3 Cara pengambilan contoh
Kota Bogor (N = 11) Yayasan Yasmina Bogor (Purposive)
N= 65
Kabupaten Bogor (N = 54)
Populasi reference
Populasi sumber (N=50)
Contoh penelitian (n= 30)
Dikenakan kriteria inklusi
Hadir dalam pemeriksaan gratis
26
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer terdiri dari karakteristik rumah tangga, karakteristik
individu, aktivitas fisik, antropometri, status gizi, dan konsumsi pangan. Data
primer diperoleh dengan cara wawancara melalui kuesioner yang ditanyakan
langsung dan pengukuran (data antropometri). Data sekunder diperoleh dari
laporan kegiatan Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita
Lanjut Usia di Bogor meliputi profil YASMINA, daftar nama peserta, dan kadar
asam urat.
Tabel 5 Variabel,jenis, dan cara pengumpulan data
Variabel Jenis data Cara Pengumpulan
Karakteristik rumah tangga
- Pendidikan - Pendapatan - Besar keluarga - Pekerjaan
- Wawancara menggunakan kuesioner
Karakteristik individu
- Usia - Usia menopause - Pengetahuan gizi
tentang asam urat
- Wawancara menggunakan kuisoner
- Data kesehatan pemberdayaan lansia
Aktivitas fisik - Aktivitas individu satu hari
- Kebiasaan olahraga
- Recall aktivitas 1 x 24 jam.
- Wawancara
Konsumsi pangan - Jumlah konsumsi pangan
- Jenis konsumsi pangan
- Kebiasaan konsumsi makanan sumber purin
- Food recall 1 x 24 jam - Wawancara
menggunakan FFQ (Food Frequency Questionaires)
Konsumsi pangan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
Food recall 1 x 24 jam. Untuk lebih mengetahui pola atau gambaran makan
contoh dilakukan pula Food Frequency Questionaires (FFQ). Data konsumsi
makan meliputi frekuensi makan dalam seminggu. Jenis data yang digunakan
berupa jenis dan frekuensi konsumsi makan serta kebiasaan makan sumber
purin.
Data sekunder meliputi karakteristik wanita usia lanjut, data kadar asam
urat contoh serta profil Program Pemberdayaan Wanita Lanjut Usia di Bogor.
Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan laporan akhir Program
Pemberdayaan Wanita Lanjut Usia di Bogor yang diadakan oleh Yayasan
Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA) bekerjasama dengan Kementrian
Pendidikan Nasional (2011).
Pemeriksaan kadar asam urat dilakukan pada pagi hari setelah semua
peserta program diberikan sarapan pagi yang telah disediakan oleh panitia
27
program. Semua peserta program tidak dalam keadaan puasa sebelumnya.
Pemeriksaan dilakukan oleh dokter dan hasil pemeriksaannya menjadi arsip
Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA).
Pengolahan dan Analisis Data
Data primer yang telah didapatkan lalu dianalisis secara statistik.
Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data
(entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dianalisis. Setelah
dilakukan pengkodean (coding) kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang
telah ada (entry). Setelah itu dilakukan pengcekan ulang (cleaning) untuk
memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Untuk tahap analisis,
data diolah menggunakan program komputer Microsoft Excell 2010 dan
Statistical Pogram for Social Science (SPSS) versi 16 for Windows. Jenis dan
kategori data yang diolah disajikan pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6 Jenis dan kategori variabel pengolahan data
Variabel Katagori Variabel
Usia (Depkes 1991) 55-64 tahun 65-85 tahun
Pengetahuan gizi asam urat (Khomsan 2000)
Kurang (nilai <60) Sedang (nilai 60-80) Baik (nilai ≥ 80)
Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan tinggi
Pendapatan/bulan <Rp 500.000 Rp 500.000-Rp 1.000.000 ≥Rp 1.000.000
Besar Keluarga (BKKBN 1998) Kecil (≤4 orang) Sedang (5-7 orang Besar (>7 orang)
Aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001) Sangat ringan (Nilai PAL 1.20-1.39) Ringan (Nilai PAL 1.40-1.69) Sedang (Nilai PAL 1.70-1.99) Berat (Nilai PAL 2.00-2.40)
Kebiasaan olahraga Ya Tidak
Status Gizi (Committee on Diet and Health 1989).
Kriteria IMT normal Usia 55-65 tahun : 23-28 Usia >65 tahun : 24-29
Kadar asam urat (mg/dL) (Wohl & Goodhart 1968)
Normal (2-6 mg/dL) Tinggi (>6 mg/dL)
Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik seseorang dalam
24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik.
PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
PAL =
28
Keterangan: PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)
PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan
untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
Sedangkan jenis PAR menurut FAO/WHO/UNU (2001) adalah:
Tabel 7 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas
Jenis Aktivitas PAR/satuan waktu
Tidur 1.0 Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2 Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) 1.4 Makan 1.5 Duduk (bekerja di kantor, menjaga toko) 1.5 Mengendarai mobil/berjalan 2.0 Masak 2.1 Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2 Mandi dan berpakaian 2.3 Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin 2.3 Mengerjakan pekerjaan rumah 2.8 Berjalan 3.2 Berkebun 4.1 Olahraga ringan (jalan kaki) 4.2
Konsumsi pangan meliputi jenis konsumsi pangan ditentukan
berdasarkan hasil jawaban dari setiap pertanyaan mengenai frekuensi konsumsi
pangan dalam seminggu yang dikelompokkan menjadi makanan pokok, protein
hewani, pangan tinggi purin, sayur dan buah, serta air. Frekuensi konsumsi
pangan dihitung selama satu minggu. Jumlah asupan energi dan zat gizi (protein,
lemak, dan karbohidrat) diolah dengan menggunakan Nutrisurvey 2007
berdasarkan data recall makan 1 x 24 jam. Sedangkan konsumsi bahan pangan
tinggi purin dihitung berdasarkan pendekatan tabel kandungan purin pada bahan
pangan yang terdapat pada hasil penelitian (Yenrina 2001).
Tingkat Kecukupan dihitung meliputi Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
dan Tingkat Kecukupan Protein (TKP). Perhitungan TKE berdasarkan AKE dari
Oxford Equation pada WNPG VIII untuk orang dewasa. AKE untuk wanita
berusia 50-64 tahun adalah 1750 kkal dan untuk wanita berusia 65 keatas adalah
1600 kkal. TKP dihitung berdasarkan AKP WNPG VIII. AKP wanita berusia 50-64
tahun dan 65 tahun keatas adalah 50 gram per hari. AKE dan AKP kemudian
dikoreksi dengan berat badan aktual contoh (untuk contoh dengan IMT normal)
sehingga didapatkan AKE dan AKP contoh yang digunakan untuk menentukan
TKE dan TKP. Menurut Departemen Kesehatan (1996) yang mengklasifikasikan
tingkat kecukupan energi dan protein ke dalam lima tingkat, yaitu defisit tingkat
29
berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%),
normal (90-119%), dan kelebihan (≥120%).
Data karakteristik individu seperti usia, usia menopause, dan
pengetahuan gizi dan asam urat; karakteristik rumah tangga seperti pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga dianalisis secara deskriptif. Analisis
hubungan antar variabel yang dilakukan adalah uji korelasi Pearson (usia contoh,
status gizi, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, konsumsi energi, protein, lemak,
karbohidrat, purin, dan air minum) dan Spearman’s rho (pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, besar keluarga, dan usia awal menopause). Uji beda menggunakan
uji independent sample T-test. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi status
kadar asam urat dengan menggunakan Regresi Linear Berganda.
30
Definisi Operasional
Lansia adalah seorang wanita yang berusia ≥55 tahun yang memenuhi kriteria
sebagai contoh yaitu masih mampu diwawancarai, tidak mengalami
kelumpuhan, dan tidak mengalami ganggan pendengaran.
Keadaan rumah tangga adalah keadaan lansia yang ditinjau dari besar
keluarga, pendapatan, pekerjaan dan tingkat pendidikan.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang dihitung dari jumlah
orang yang tinggal bersama dengan contoh dan sumber pendapatan
yang sama dengan contoh.
Pendapatan adalah uang yang diperoleh lansia untuk memenuhi kebutuhan
hidunya sehari-hari.
Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang berhasil ditamatkan oleh
lansia.
Konsumsi makan adalah semua jenis pangan sumber purin, protein,
karbohidrat, lemak, dan air minum yang dikonsumsi lansia setiap hari.
Frekuensi makan adalah banyaknya makan yang dilakukan lansia setiap hari
termasuk makan berat dan selingan.
Aktivitas fisik adalah jenis dan jumlah waktu yang diperlukan contoh untuk
melakukan berbagai kegiatan (dalam satuan jam) selama 24 jam yang
kemudian dicari besar energi aktivitasnya.
Status gizi adalah keadaan fisik lansia yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh dan ditentukan oleh IMT.
Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu rasio dari berat badan (kg) dengan kuadrat
dari tinggi badan (m).
Kadar Asam urat adalah ukuran atau jumlah asam urat dalam darah seseorang
yang dinyatakan dalam mg/dL darah.
Kebiasaan olah raga adalah kegiatan olah fisik yang sengaja rutin dilakukan
secara berulang-ulang.
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan
Wanita Lanjut Usia di Bogor
Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia
adalah suatu program pemberdayaan usia lanjut yang diadakan oleh Kementrian
Pendidikan Nasional dan bekerjasama dengan Yayasan Aspirasi Muslimah
Indonesia (YASMINA), dan Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor. Program tersebut diikuti oleh pra lanjut usia dan lanjut usia wanita yang
berumur 45-85 tahun.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh program pemberdayaan lanjut
usia ini yaitu:
1. Perawatan lanjut usia, kegiatan ini mendidik lanjut usia untuk merawat diri
sendiri di usianya sekarang meliputi pengetahuan tentang makanan, gizi
seimbang dan olahraga yang baik untuk menjaga kesehatan lanjut usia.
Hal ini dimaksudkan agar wanita lanjut usia dapat merawat diri mereka
tanpa bergantung dengan orang lain. Untuk wanita pra lanjut usia sendiri
hal ini dapat melatih dirinya untuk merawat diri menjelang lanjut usia.
2. Kemandirian sosial, kegiatan ini meliputi penyuluhan tentang cara
berkomunikasi yang baik kepada orang lain dan membuat social group
seperti kelompok pengajian agar para lanjut usia dapat berkomunikasi
dan menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang-orang sekitarnya.
Komunikasi dan hubungan sosial yang baik akan membuat wanita lanjut
usia merasa lebih bersemangat dalam menjalani hidup sehingga mereka
dapat mengaktualisasikan diri mereka di masyarakat.
3. Kemandirian ekonomi, dalam kegiatan ini lanjut usia diajarkan untuk
berkreatifitas seperti menyulam dan mendaur ulang sampah plastik.
Kegiatan ini bertujuan agar wanita lanjut usia tetap produktif dan tidak
menjadi beban bagi keluarga serta orang lain.
Tujuan umum dari program pemberdayaan lanjut usia ini adalah
meningkatkan kemandirian sosial ekonomi dari usia lanjut, sedangkan tujuan
khususnya adalah: meningkatkan kesehatan lanjut usia; memperbaiki pola hidup
yang baik; meningkatkan status gizi; dan meningkatkan keterampilan untuk
menunjang perekonomian. Keluaran dari program pemberdayaan lanjut usia
tersebut adalah meningkatkan pendapatan lanjut usia.
32
Peserta program terdiri dari kelompok pengajian ibu-ibu Agrianita dan
kelompok pengajian ibu-ibu Desa Babakan. Kedua kelompok pengajian ini
berada dalam binaan Agrianita Institut Pertanian Bogor. Kelompok pengajian ibu-
ibu Agrianita terdiri dari istri pensiunan, dosen ataupun pegawai IPB. Sebagian
besar anggota kelompok pengajian Agrianita bertempat tinggal di Perumahan
Dosen dalam komplek lingkar kampus IPB. Ibu-ibu kelompok pengajian Agrianita
juga ada yang bertempat tinggal di daerah Kota Bogor. Ibu-ibu kelompok
pengajian Desa Babakan bertempat tinggal di daerah Babakan Raya yang
tersebar antara RT 01, 02, 03, 04, dan 07.
Kedua kelompok pengajian ini mengadakan pengajian bersama setiap
satu bulan sekali yang biasanya dilakukan pada hari Rabu minggu kedua atau
ketiga setiap bulannya. Tempat dilaksanakannya pengajian adalah Wisma Land
Huis lingkar kampus IPB. Setiap acara pengajian juga diisi dengan beberapa
kegiatan edukasi seperti pemeriksaan klinis, edukasi gizi dan lain sebagainya.
Kelompok pengajian Desa Babakan juga mengadakan pengajian secara mandiri
setiap minggu yang dilaksanakan setiap hari Selasa.
Proporsi Wanita Lanjut Usia Berdasarkan Status Kadar Asam Urat
Semua contoh yang mempunyai hasil pemeriksaan kadar asam urat dan
sesuai dengan kriteria inklusi dijadikan contoh dalam penelitian ini. Hasil
pemeriksaan tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu
kelompok dengan kadar asam urat normal dan tinggi berdasarkan klasifikasi
kenormalan kadar asam urat menurut Wohl & Goodhart (1968). Berikut ini
sebaran contoh berdasarkan kadar asam uratnya.
Tabel 8 Proporsi contoh berdasarkan kadar asam urat
Range Kadar Asam Urat
Normal 2-6 mg/dL
Tinggi ≥6 mg/dL
Total
Rata-rata± SD 4.57±1.02 8.3±3.2 6.4±3.06 Min;Max 2 ; 5.8 6.3 ; 19.4 2 ; 19.8
∑ ; % 15 ; 50% 15 ; 50% 30 ; 100%
Hasil dari pengklasifikasian contoh berdasarkan kadar asam uratnya
didapatkan bahwa rata-rata kadar asam urat contoh keseluruhan adalah
6.4±3.06 mg/dL dengan kadar asam urat terkecil adalah 2 mg/dL dan tertinggi
adalah 19.8 mg/dL. Rata-rata kadar asam urat pada contoh normal adalah
4.57±1.02 mg/dL dan pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi
adalah 8.3±3.2 mg/dL. Jumlah proporsi wanita lanjut usia yang memiliki kadar
asam urat normal dan tinggi sama besar, yaitu 50%-50%.
33
Karakteristik Rumah Tangga
Tingkat Pendidikan.Tingkat pendidikan contoh dibagi ke dalam empat
kategori berdasarkan sebaran contoh, yaitu tidak sekolah, lulus SD, lulus SMP,
lulus SMA dan lulus perguruan tinggi. Tingkatan pendidikan contoh cukup
beragam mulai dari kategori tidak sekolah hingga lulus perguruan tinggi. Tabel 9
menunjukkan bahwa kelompok contoh dengan kadar asam urat normal sebagian
besar lulusan sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 8 orang (53.3%) dan begitu
juga pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi, yaitu sebanyak 5
orang (23.3%). Meskipun rata-rata tingkat pendidikan pada ke dua kelompok itu
sama tetapi pada kelompok asam urat tinggi terdapat contoh yang tidak
bersekolah, yaitu sebanyak 13.3% dan tidak ada contoh yang tamat sekolah
menengah pertama (SMP). Sedangkan pada kelompok asam urat normal tidak
ada yang tidak sekolah, semua contoh bersekolah mulai dari SD sampai
perguruan tinggi. Contoh yang menamatkan pendidikannya sampai jenjang
sekolah menengah atas lebih banyak terdapat pada kelompok dengan kadar
asam urat tinggi, yaitu sebesar 26.7%, tetapi pada kelompok asam urat normal
hanya 13.3%. Jumlah contoh dengan tingkat pendidikan hingga jenjang
perguruan tinggi pada ke dua kelompok sama, yaitu sebanyak 26.7%. Hasil uji
beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p=0.9) antara tingkat
pendidikan pada kedua kelompok contoh.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan
Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
n % n % n %
Tidak sekolah 0 0.0 2 13.3 2 6.7 SD 8 53.3 5 33.3 13 43.3
SMP 1 6.7 0 0.0 1 3.3 SMA 2 13.3 4 26.7 6 20
Perguruan tinggi 4 26.7 4 26.7 8 26.7
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Tingkat Pendapatan Keluarga. Pendapatan merupakan salah satu
faktor ekonomi yang mempengaruhi pola konsumsi seseorang. Pendapatan
mempengaruhi anggaran belanja pangan rumah tangga yang pada akhirnya
mempengaruhi pola konsumsi seseorang. Pendapatan keluarga adalah besarnya
rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga (Susanti
dalam Mutingatun 2006).
Menurut Darmojo (2000) dalam Mutingatun (2006), usia lanjut di
Indonesia masih banyak bergantung pada orang lain terutama anak.
34
Ketergantungan pada anak lebih banyak diderita oleh wanita usia lanjut dan
persentasenya naik dengan bertambahnya usia. Banyak faktor yang menentukan
status ekonomi usia lanjut. Hal ini bisa disebabkan oleh produktivitas usia lanjut
yang semakin berkurang dengan bertambahnya usia sehingga pendapatan yang
didapat tidak murni hasil kerja usia lanjut.
Ada beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja
usia lanjut: (1) Wajib pensiun, pemerintah dan sebagian besar
industri/perusahaan mewajibkan pekerja pada usia tertentu untuk pensiun.
Mereka tidak mau lagi merekrut pekerja yang mendekati usia wajib pensiun,
karena waktu, tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelum bekerja relatif
mahal (2) Jika personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para
usia lanjut sulit mendapatkan pekerjaan (3) Sikap sosial. Kepercayaan bahwa
pekerja yang sudah tua mudah kena kecelakaan, karena kerja lamban, perlu
dilatih agar menggunakan teknik-teknik modern merupakan penghalang utama
bagi perusahaan untuk mempekerjakan orang usia lanjut (4) Fluktuasi dalam
daur usaha. Jika kondisi usaha suram maka usia lanjut adalah yang pertama kali
harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda apabila
kondisi usaha sudah membaik (Hurlock dalam Marga 2007).
Tingkat pendapatan contoh dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ≤Rp
500.000, Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000 dan di atas Rp 1.000.000.
Sebagian besar pendapatan contoh pada kelompok kadar asam urat normal dan
tinggi adalah pada kisaran di atas satu juta rupiah. Tetapi bila dilihat proporsinya,
jumlah contoh dengan penghasilan di atas satu juta rupiah lebih banyak pada
kelompok kadar asam urat tinggi, yaitu sebanyak 9 orang atau sebesar 60%.
Sedangkan pada kelompok asam urat normal hanya 6 orang atau sebesar 40%.
Pada kelompok asam urat tinggi sangat sedikit contoh dengan penghasilan
kurang dari sama dengan lima ratus ribu rupiah, yaitu hanya sebanyak 2 orang
atau 13.3%. Sedangkan pada kelompok asam urat normal terdapat 4 orang
(26.7%) dengan penghasilan di bawah lima ratus ribu rupiah.
Pendapatan dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang, termasuk pola
makan seseorang. Penghasilan yang besar menyebabkan seseorang dapat lebih
mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah dan kualitas yang lebih baik.
Konsumsi makanan dalam jumlah yang banyak belum tentu baik untuk
kesehatan. Pola konsumsi makan yang tidak baik dapat menyebabkan gangguan
kesehatan diantaranya seperti kadar asam urat yang meningkat yang akan
35
menyebabkan penyakit gout. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tingkat
pendapatan pada kedua kelompok contoh tidak terdapat perbedaan yang nyata
(p=0.5). Tabel 10 memperlihatkan pendapatan keluarga contoh perbulan.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga
Tingkat Pendapatan Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
N % N % n %
≤ Rp 500.000 4 26.7 2 13.3 6 20 Rp 500.000- Rp 1 juta 5 33.3 4 26.7 9 30
≥ Rp 1 juta 6 40.0 9 60.0 15 50
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Besar Keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak (keluarga inti). Besar keluarga merupakan
banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah (Suhardjo 1989).
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1998) membagi besar
keluarga menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-6 orang) dan
besar (≥ 7 orang). Data besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Besar Keluarga Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
N % n % n %
≤ 4 orang (kecil) 9 60.0 10 66.7 19 63.4 5-6 orang (sedang) 5 33.3 5 33.3 10 33.3 ≥ 7 orang (besar) 1 6.7 0 0.0 1 3.3
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Besaran keluarga contoh pada kedua kelompok cukup beragam. Rata-
rata contoh tergolong dalam kelurga kecil, yaitu ≤ 4 orang. Kelompok contoh
dengan kadar asam urat normal yang tergolong keluarga kecil sebanyak 9 orang
(60%), keluarga sedang sebanyak 5 orang (33.3%) dan keluarga besar sebanyak
1 orang (6.7%). Sedangkan kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi
yang termasuk ke dalam keluarga kecil sebanyak 10 orang (66.7%), sedang
sebanyak 5 orang (33.3%) dan tidak ada contoh yang termasuk ke dalam
keluarga besar. Contoh yang tergolong besar keluarga sedang biasanya tinggal
bersama anak, menantu dan cucu, sedangkan contoh yang tergolong kecil
biasanya hidup terpisah dari anak dan hanya tinggal dengan suami saja. Hasil uji
beda menunjukkan bahwa besaran keluarga pada ke dua kelompok contoh tidak
memiliki perbedaan yang nyata (p=0.1).
Pekerjaan. Status pekerjaan contoh dibagi dalam beberapa kategori
berdasarkan sebaran contoh, yaitu PNS (Pegawai Negeri Sipil), wiraswasta, IRT
36
(Ibu Rumah Tangga) dan lainnya (termasuk pensiunan). Jenis pekerjaan
seseorang merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan
karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima
(Suharjo 1989). Selain itu, pekerjaan juga menentukkan aktivitas fisik yang
dilakukan seseorang dan alokasi waktu seseorang untuk dapat melakukan
kegiatan olahraga. Tabel 12 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan
pekerjaannya.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
n % n % N %
PNS 0 0.0 0 0.0 0 0 Ibu rumah tangga 13 86.6 13 86.6 26 86.7
Wiraswasta 1 6.7 0 0.0 1 3.3 Lainnya 1 6.7 2 13.4 3 10
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Sebagian besar contoh pada kedua kelompok hanya sebagai ibu rumah
tangga, yaitu sebesar 13 orang atau 86.6% (Tabel 12). Tidak ada contoh yang
bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Hal ini diduga karena pada usia 55 tahun
sudah memasuki usia pensiun. Pada kelompok contoh dengan kadar asam urat
rendah terdapat 1 orang (6.7%) yang bekerja sebagai wiraswasta dan 1 orang
(6.7%) termasuk kategori lainnya. Pada kelompok asam urat tinggi tidak ada
yang bekerja sebagai wiraswasta, tetapi terdapat dua orang (13.4%) yang
termasuk ke dalam kategori lainnya. Contoh yang tidak bekerja menggunakan
sebagian besar waktunya untuk mengurus rumah tangga seperti memasak,
membersihkan rumah, mencuci, menjaga anak dan kegiatan sosial. Hasil uji
beda menunjukkan bahwa jenis pekerjaan pada kedua kelompok contoh tidak
memiliki perbedaan yang nyata (p=0.326).
Karakteristik Individu
Usia. Peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan
Wanita Lanjut Usia di Bogor yang berusia 55-85 tahun, yaitu sejumlah 39 orang.
Peserta program yang diambil sebagai contoh dalam penelitian adalah sejumlah
30 orang, yaitu sekitar 46.8%. Jumlah tersebut didapat setelah peserta Program
Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia di Bogor dikenai
kriteria inklusi. Menurut Departemen Kesehatan (1991), pengelompokkan usia
lanjut dini yaitu kelompok dalam masa prasenium adalah 55-64 tahun dan
kelompok usia lanjut dalam masa senium berusia 65 tahun ke atas. Usia contoh
37
secara umum yang berusia 55-64 tahun sekitar 46.2% dari seluruh contoh yang
diambil, sedangkan yang berusia 65 tahun ke atas sejumlah 53.8%. Contoh
tertua dalam penelitian ini berusia 85 tahun. Contoh dalam penelitian ini rata-rata
berusia 64.5±9.0 tahun. Pada penelitian ini contoh dibagi dua kelompok
berdasarkan kadar asam uratnya, yaitu normal dan tinggi. Kelompok yang
termasuk kadar asam urat normal yaitu contoh yang memiliki nilai asam urat
dengan kisaran 2 - 5 mg/dL dan tinggi apabila kadar asam uratnya diatas 6
mg/dL (Wohl and Goodhart 1968). Berikut ini adalah sebaran usia contoh
beradasarkan pengelompokkan kadar asam uratnya.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan usia
Usia Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
N % n % n %
55-64 tahun 10 66.7 8 53.3 18 60 ≥ 64 tahun 5 33.3 7 46.7 12 40
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Contoh yang memiliki kadar asam urat normal dan kadar asam urat tinggi
sebagian besar tergolong dalam rentang usia 55-64 tahun. Pada kelompok asam
urat normal terdapat 10 orang (66.7%) yang termasuk ke dalam usia 55-64 tahun
dan pada kelompok asam urat tinggi terdapat 8 orang (53.3%) yang termasuk ke
dalam usia tersebut. Sedangkan usia contoh dengan rentang usia ≥ 65 tahun
secara berturut-turut pada kelompok asam urat normal dan tinggi adalah 33.3%
dan 46.7%. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
nyata usia pada pada ke dua kelompok contoh (p=0.355).
Usia Menopause. Menurut Oswari (1997), menopause biasanya terjadi
pada usia 40-45 tahun. Sedangkan menurut Wirakusumah (2004), usia
menopause berkisar antara 35-55 tahun. Usia memasuki menopause dapat
berbeda-beda pada setiap wanita. Setelah menopause, wanita akan mengalami
masa Senile, yaitu masa dimana terjadi keseimbangan hormonal sehingga tidak
ada lagi gangguan psikis maupun fisiologis. Pada usia menopause wanita lebih
rentan terkena penyakit gout yang diakibatkan oleh meningkatnya kadar asam
urat dalam darah. Hal ini dikarenakan sudah tidak diproduksinya hormon
estrogen yang berfungsi sebagai pelindung pada wanita. Berikut ini adalah
sebaran usia menopause pada contoh.
38
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan usia menopause
Usia Menopause
Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
n % n % n %
≤ 50 tahun 4 26.7 9 60.0 13 43.3 > 50 tahun 11 73.3 6 40.0 17 56.7
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Contoh dengan kadar asam urat normal lebih banyak mengalami
menopause pada usia di atas 50 tahun, yaitu sebanyak 11 orang atau 73.3% dan
di bawah sama dengan 50 tahun sebanyak 4 orang atau 26.7%. Sebaliknya,
pada kelompok kadar asam urat tinggi lebih banyak mengalami menopause pada
usia di bawah sama dengan 50 tahun, yaitu sebanyak 9 orang atau 60% dan di
atas 50 tahun sebesar 40%. Selama seorang perempuan mempunyai hormon
estrogen, maka pembuangan asam urat dapat terekskresi dengan baik. Ketika
sudah tidak mempunyai estrogen, seperti saat menopause, barulah perempuan
berisiko terkena asam urat. Hasil uji beda menunjukkan bahwa usia menopause
pada kedua kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.069).
Pengetahuan Gizi Asam Urat. Pengetahuan gizi mengenai asam urat
merupakan pengetahuan tentang apa itu asam urat, apa penyebab dan
gejalanya, kadar normal asam urat dalam darah serta mekanan apa yang
mampu meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Pengetahuan gizi ini dapat
mempengaruhi sikap serta pola pikir contoh dalam menjaga kesehatannya,
terutama menjaga kadar asam uratnya agar tetap normal. Pengetahuan gizi akan
membantu dalam pemilihan pangan yang akan dikonsumsi, disesuaikan dengan
kebutuhan gizi, selera, maupun keadaan keuangan rumah tangga, sehingga
dengan pengetahuan gizi yang tinggi diharapkan dapat menghindarkan dirinya
maupun anggota rumah tangganya dari masalah pangan dan gizi. Kelompok
contoh dengan kadar asam urat normal yang mempunyai pengetahuan gizi
dengan kategori baik hanya 1 orang saja atau 6.7%, sebanyak 3 orang (20%)
berkategori cukup dan sebanyak 11 orang atau 73.3% berkategori kurang. Pada
kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi terdapat 2 orang (13.3%) yang
berkategori baik, 6 orang (40%) berkategori cukup dan 7 orang (46.7%)
berkategori kurang.
Lebih banyaknya contoh yang memiliki kategori kurang mengenai
pengetahuan gizi seputar asam urat pada ke dua kategori diduga karena
informasi tentang asam urat masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan
39
informasi mengenai penyakit lainnya seperti diabetes mellitus, jantung, kanker
dan lain-lain. Contoh yang memiliki pengetahuan gizi dengan kategori cukup
tetapi termasuk dalam kelompok kadar asam urat tinggi diduga hal ini dapat
terjadi karena mereka telah sadar akan penyakit asam urat yang dideritanya
sehingga mereka menjadi lebih mencari tahu informasi seputar asam urat.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi
Tingkat Pengetahuan
Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
n % N % N %
Baik (>8) 1 6.7 2 13.3 3 10 Cukup (6-8) 3 20.0 6 40.0 9 30 Kurang (<6) 11 73.3 7 46.7 18 60
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Tidak adanya hubungan antara pengetahuan gizi dengan kadar asam
urat juga diperkirakan dapat terjadi karena contoh kurang mempraktikkan
pengetahuan gizi yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak
terdapat perubahan perilaku menjadi lebih baik. Perubahan perilaku makan dan
menghindari makanan yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah
harus diperhatikan dalam mengupayakan kadar asam urat yang normal dan
terkontrol. Menurut Sanjur (1982) dalam Sukandar (2007), pengaruh
pengetahuan gizi terhadap konsumsi tidak selalu benar, artinya semakin tinggi
tingkat pengetahuan gizi, belum tentu konsumsi makan menjadi baik. Konsumsi
makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi
merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan gizi. Seseorang yang
memiliki pengetahuan yang positif tentang makanan maka akan memiliki kualitas
makanan yang lebih baik. Kualitas yang dimaksud adalah ketersediaan zat gizi
dalam jumlah dan jenis yang cukup bagi kesehatan tubuh. Hasil uji beda
menunjukkan bahwa pengetahuan gizi tentang asam urat pada ke dua kelompok
contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.361).
Status Gizi
Pengukuran IMT bertujuan untuk melihat tingkat obesitas responden,
hasil penelitian Yenrina (2001) menunjukkan sebanyak 56.67% responden
mempunyai nilai IMT lebih besar dari 25 termasuk kategori kegemukan. Menurut
Soegih (1991) dalam Yenrina (2001) kegemukkan merupakan salah satu pemicu
terjadinya hiperurisemia.
Penilaian status gizi lansia ditentukan melalui perhitungan Indeks Massa
Tubuh (IMT). Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang
40
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan (utilisasi)
zat gizi makanan. Kategori status gizi contoh digolongkan menurut Food and
Nutrition Board, Committee on Diet and Health, National Research Council:
Implications for reducing chronic diseases risk (1989) dalam Mahan dan Stumb
2008). Berikut ini adalah sebaran contoh berdasarkan status gizinya.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan usia status gizi
Status Gizi Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
n % n % N %
Normal (23-29) 12 80.0 10 73.3 22 73.3 Obesitas (>29) 3 20.0 5 33.3. 8 26.7
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Kelompok contoh dengan kadar asam urat normal sebagian besar
berstatus gizi normal, yaitu sebanyak 12 orang (80%) dan sebanyak 3 orang
(20%) berstatus gizi lebih. Pada kelompok dengan kadar asam urat tinggi juga
lebih banyak contoh dengan kategori berstatus gizi normal, yaitu sebanyak 11
orang atau 73.3% dan 5 orang (33.3%) lainnya berstatus gizi lebih. Seseorang
dengan status gizi lebih atau obesitas lebih berisiko mempunyai kadar asam urat
yang tinggi bila dibandingkan dengan orang berstatus gizi normal. Timbunan
lemak yang terdapat dalam jaringan adiposa menghambat ekskresi asam urat.
Hasil uji beda menunjukkan bahwa status gizi pada kedua kelompok contoh tidak
memiliki perbedaan yang nyata (p=0.407).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem
penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi untuk
menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan
sisa-sisa dari tubuh. Banyak energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa
banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang
dilakukan (Almatsier 2002). Kegiatan fisik yang cukup besar memiliki pengaruh
yang cukup besar terhadap kestabilan berat badan dan juga kebutuhan gizi
seseorang.
Aktivitas fisik dalam penelitian ini meliputi aktivitas individu dalam satu
hari dan kebiasaan olahraga. Berdasarkan record aktivitas contoh (Tabel 17)
dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh beraktivitas sedang (1.70-1.99).
Baik kelompok contoh dengan kadar asam urat normal maupun tinggi, keduanya
memiliki presentasi tingkat aktivitas yang sama, yaitu 7 orang tergolong
41
beraktifitas ringan atau sekitar 47% dan 8 orang tergolong beraktifitas sedang
atau sekitar 53%. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tingkat aktivitas pada kedua
kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.542). Sebagian
besar aktivitas fisik contoh adalah melakukan aktivitas santai dan pekerjaan
rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, mengurus rumah tangga,
kegiatan sosial dan juga berolah raga.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik
Tingkat Aktivitas Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
n % n % N %
Sangat ringan (1.20-1.40) 0 0.0 0 0.0 0 0 Ringan (1.40-1.69) 7 47 7 47 14 46.7 Sedang (1.70-1.99) 8 53 8 53 16 53.3
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Sebanyak 73 % contoh dari kelompok dengan kadar asam urat normal
memiliki kebiasaan berolahraga setiap harinya. Sebagian besar dari mereka
menyatakan bahwa berolahraga membuat badan menjadi lebih bugar. Beberapa
orang menyatakan merasa senang ketika melakukan olahraga. Olahraga selain
dapat membuat badan menjadi sehat juga dapat membangun hubungan sosial di
masyarakat. Rata- rata lansia mengikuti kelompok senam sehingga sambil
berolahraga mereka dapat bersosialisasi. Hanya 27 % saja yang tidak menyukai
olah raga.
Pada kelompok dengan kadar asam urat tinggi juga tidak jauh berbeda,
sekitar 67 % mempunyai kebiasaan olah raga dan sekitar 33 % mengaku tidak
memiliki kebiasaan berolahraga. Alasan contoh yang tidak mempunyai kebiasaan
berolahraga adalah sebagian besar dikarenakan contoh merasa lelah, sibuk
dengan aktivitas hariannya dan juga dikarenakan contoh merasa malas
berolahraga. Proses penuaan menyebabkan perubahan komposisi tubuh, hal ini
ditandai dengan penurunan 2-3% massa tubuh tanpa lemak per dekade. Kondisi
ini akan membatasi aktivitas yang menuntut ketangkasan fisik (Wirakusumah
2001). Jenis olah raga yang dilakukan contoh dapat dilihat pada Tabel 18.
42
Tabel 18 Sebaran contoh terbiasa berolahraga menurut jenis olahraga
Jenis Olahraga Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
N % n % n %
Jalan kaki 7 63.6 4 40 11 52.4 Senam 1 9.1 0 0.0 1 4.7
Jalan kaki dan senam 3 27.3 4 40 7 33.4 Tenis 0 0 2 20 2 9.5
TOTAL 11 100 10 100 21 100
Sebagian besar contoh yang terbiasa berolahraga baik dari kelompok
dengan kadar asam urat normal maupun tinggi memilih olahraga jalan kaki
sebagai jenis olahraga rutin yang dilakukan contoh, yaitu 63.6% untuk kelompok
asam urat normal dan 40% untuk kelompok asam urat tinggi. Pada kelompok
dengan kadar asam urat tinggi sebesar 20% memilih olahraga tenis. Kombinasi
olahraga senam dan juga jalan pagi dilakukan oleh 27.3% contoh dari kelompok
normal dan 40% dari kelompok tinggi.
Latihan aerobik dengan latihan beban juga dapat mempertahankan
massa tulang. Karena seringnya masalah persendian pada lanjut usia, aktivitas
dengan beban ringan seperti berjalan merupakan aktivitas aerobik yang mudah,
praktis, dan sering dilakukan (Komnas Lansia 2010).
Waktu untuk melakukan kegiatan olahraga tersebut berkisar 30 menit
sampai 1 jam untuk jalan kaki dengan frekuensi 3-7 kali seminggu. Olahraga
jalan kaki memang olahraga yang memiliki tingkat cedera paling rendah sehingga
cocok untuk para wanita usia lanjut. Rata-rata contoh melakukan olahraga jalan
kaki pada pagi hari. Untuk olahraga tenis memakan waktu 1-2 jam dengan
frekuensi 3 kali seminggu. Sedangkan untuk olahraga senam sekitar 1 jam
dengan frekuensi 3 kali seminggu. Pada masa menopause disarankan memilih
olahraga yang tidak terlalu berat, seperti jalan kaki, yang dilakukan secara teratur
dan kontinu (Wirakusumah 2004).
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai
gizi dan makanan yang dilmilikinya. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki
atau diketahui oleh seseorang yang didapatkan dari pengamatan indrawi.
Pengetahuan gizi akan mampu mengatasi keterbatasan akses keluarga terhadap
pangan. Dengan pengetahuan gizi yang baik, pengolahan dan pemanfaatan
pangan yang tersedia dapat lebih optimal untuk memenuhi kebutuhan gizi
(Harper et al. 1986).
43
Konsumsi pangan pada lansia tentu berbeda dengan konsumsi pangan
pada usia dewasa. Adanya perubahan pada pencernaan dan juga indera perasa
mengakibatkan lansia mengalami penurunan dalam proses pencernaan
makanan dan metabolisme pada tubuh. Tingkat kecukupan energi dan protein
dihitung berdasarkan proses estimasi Angka Kecukupan Energi (AKE) pada
WNPG VIII bagi orang dewasa yang dihitung dengan menggunakan Oxford
Equation berdasarkan Energi Basal Metabolisme (EMB).
Konsumsi pangan lansia diukur dengan metode recall 1x24 jam
dikarenakan sulitnya waktu pertemuan dengan contoh untuk melakukan recall
kembali. Untuk analisis perbedaan rataan konsumsi pangan, maka pangan
dikelompokkan ke dalam enam kelompok pangan, yaitu pangan pokok, pangan
hewani, pangan nabati, sayur, buah dan pangan sumber purin. Dari data tersebut
dapat dianalisis frekuensi dan berat pangan yang dikonsumsi dalam seminggu.
Jenis dan Frekuensi Konsumsi Pangan. Jenis pangan yang dianalisis
berdasarkan golongan makanan yang paling sering dikonsumsi contoh.
Berdasarkan hal itu maka golongan makan tersebut terdiri atas makanan pokok
yang merupakan sumber karbohidrat, pangan hewani, pangan nabati, sayur dan
buah serta air. Frekuensi makan diambil dari frekuensi makan terbanyak dari
setiap jenis makanan yang paling sering dikonsumsi. Jenis dan frekuensi makan
dikelompokkan berdasarkan golongan makanan.
Terdapat lima jenis makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh
lansia contoh adalah beras, roti, kentang, ubi jalar, dan singkong. Seperti yang
tertera pada Tabel 19, beras merupakan jenis makanan pokok yang paling
banyak dikonsumsi oleh lansia pada kedua kelompok. Rata-rata konsumsi beras
pada kelompok dengan kadar asam urat normal adalah 21 kali/minggu.
Sedangkan pada kelompok asam urat tinggi tidak jauh berbeda, yaitu (20.06
±2.4) kali/minggu. Dari kelima jenis makanan pokok tersebut, singkong
merupakan makanan pokok yang paling jarang dikonsumsi contoh. Frekuensi
makan singkong pada contoh dengan kadar asam urat normal sebanyak (1.4±
0.9) kali/minggu dan pada contoh dengan kadar asam urat tinggi sebanyak (1.7 ±
0.9) kali/minggu.
44
Tabel 19 Rataan frekuensi konsumsi makanan pokok contoh
Jenis pangan Rataan Frekuensi Konsumsi (kali/minggu)
Normal Tinggi Total
Makanan Pokok
Nasi 21±0 20.06±2.4 20.5±1.7 21 14;21 14;21
Roti 6.2±1.6 5.4±1.5 5.8±1.6 2;7 3;7 2;7
Kentang 2.2±1.4 2.0±1.06 2.1±1.2 1;5 1;4 1;5
Ubi Jalar 2.4±1.1 1.5±0.7 1.9±1.06 1;4 1;3 1;4
Singkong 1.4±0.9 1.7±0.9 1.6±0.9 1;4 1;4 1;4
Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal
Berikut ini adalah tabel rataan frekuensi pangan hewani yang dikonsumsi
oleh contoh selama seminggu. Jenis pangan hewani yang disajikan dalam tabel
merupakan lima jenis pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh semua
contoh.
Tabel 20 Rataan frekuensi konsumsi pangan hewani contoh
Jenis pangan Rataan Frekuensi Konsumsi (kali/minggu)
Normal (n=15) Tinggi (n=15) Total (n=30)
Pangan Hewani
Ikan 1.2±0.9 2.6±2.6 1.9±2.0 0;3 1;7 0;7
Daging Ayam 1.7±1.8 2.1±1.8 1.9±1.8 0;7 0;7 0;7
Telur Ayam 3.2±3.9 4.0±3.04 3.6±3.4 0;14 0;7 0;14
Ikan Asin 2.7±3.8 1.8±2.7 2.3±3.3 0;14 1;7 0;14
Daging Sapi 0.6±0.9 1.2±1.9 0.9±1.5 0;3 0;7 0;7
Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal.
Pangan hewani merupakan jenis bahan pangan yang mengandung
protein. Pada kedua kelompok contoh terlihat bahwa pangan hewani yang paling
banyak dikonsumsi adalah ikan segar, daging ayam, telur ayam, ikan asin, dan
yang terakhir adalah daging. Pada kelompok contoh dengan kadar asam urat
tinggi sudah tidak mengkonsumsi pangan hewani seperti jeroan, tetelan, usus,
dan pangan hewani lainnya yang banyak mengandung lemak. Telur ayam
merupakan pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh kedua kelompok
contoh, yaitu (3.2±3.8) kali/minggu untuk kelompok contoh normal dan (4.0±3.04)
kali/minggu.
45
Pangan nabati yang banyak dikonsumsi contoh merupakan pangan
nabati turunan dari kacang-kacangan, yaitu tahu, tempe, taucho, kacang kedelai
dan kacang ijo. Rata-rata frekuensi konsumsi tahu pada kelompok contoh
dengan asam urat tinggi lebih tinggi dari contoh dengan kadar asam urat normal,
yaitu (5.13 ± 1.40) kali/minggu. Sedangkan pada contoh dengan kadar asam urat
normal sebanyak (4.2 ± 1.69) kali/minggu.
Dibandingkan dengan tahu, tempe mempunyai kadar purin yang lebih
tinggi, ini terjadi karena adanya sumbangan purin yang berasal dari kapang
sebagai inoculum pada pembuatan tempe. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Dwiyanti (1998) dimana semakin lama waktu fermentasi jumlah adenine pikrat
dan RNA tempe meningkat. Tahu mempunyai kadar purin yang lebih rendah
dibandingkan tempe, karena pada proses pembuatan tahu ada tahapan
pembuatan susu kedelai dan koagulasi, diduga pada tahapan ini purin terbuang
melalui ampas tahu maupun whey-nya.
Tabel 21 Rataan frekuensi konsumsi pangan nabati contoh
Jenis pangan Rataan Frekuensi Konsumsi (kali/minggu)
Normal Tinggi Total
Pangan Nabati
Tahu 4.2±1.6 5.1±1.4 4.6±1.6 1;6 3;7 1;7
Tempe 4.2±1.01 4.1±1.6 4.1±1.3 3;5 0;7 0;7
Oncom 1±1.3 2±1.6 1.1±1.4 1;3 0;5 0;5
Taucho 2.3±1.2 0 0.2±0.77 1;3 0 0;3
Kacang Kedelai 0.4±1.05 0 0.2±0.76 0;3 0 0;3
Kacang Hijau 0 1±0 0.06±0.2 0 0;1 0;1
Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal.
Sayuran yang banyak dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh adalah
kangkung, bayam, buncis, wortel, dan ketimun. Jenis sayuran kangkung, bayam,
dan buncis merupakan jenis sayuran yang sebaiknya dibatasi, seperti disebutkan
dalam Khomsan (2005) bahwa sayuran yang dikurangi konsumsinya adalah
bayam, kangkung, daun melinjo, buncis, kembang kol, jamur, dan asparagus.
Jenis sayuran tersebut dapat memicu peningkatan kadar asam urat pada
seseorang. Rata-rata frekuensi konsumsi kangkung pada contoh dengan kadar
asam urat normal adalah sebesar (2.46 ± 1.06) kali/minggu. Sedangkan pada
contoh dengan kadar asam urat tinggi sebesar (2.67 ± 1.17) kali/minggu. Hal ini
46
jelas terlihat bahwa kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi lebih sering
mengkonsumsi kangkung dari pada kelompok contoh dengan kadar asam urat
normal.
Tabel 22 Rataan frekuensi konsumsi sayuran contoh
Jenis pangan Rataan Frekuensi Konsumsi (kali/minggu)
Normal Tinggi Total
Sayuran
Kangkung 2.4±1.06 2.6±1.1 2.6±1.1 1;4 1;4 1;4
Bayam 2.06±0.9 2.8±1.2 2.4±1.1 1;4 1;4 1;4
Buncis 1.7±1.1 2.4±1.2 2.06±1.2 1;4 1;4 1;4
Wortel 2.2±1.09 2.3±1.3 2.3±1.2 1;4 1;4 1;4
Ketimun 9.9±4.7 6.6±4.8 8.2±4.9 2;14 2;14 2;14
Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal
Buah sangat baik untuk tubuh, terlebih buah yang banyak mengandung
air seperti semangka, melon, blewah, belimbing dan jambu air. Tetapi buah yang
mengandung alkohol sebaiknya dibatasi seperti durian dan nanas (Khomsan
2005). Jeruk merupakan buah yang paling sering dikonsumsi oleh kelompok
contoh dengan kadar asam urat tinggi sedangkan kelompok dengan kadar asam
urat normal lebih sering mengkonsumsi pepaya. Hal ini diduga karena jerukdan
pepaya merupakan buah yang paling mudah ditemui di pasaran dan harganya
yang relatif murah. Konsumsi pepaya pada contoh dengan kadar asam urat
normal sebanyak (3±1.96) kali/minggu dan konsumsi jeruk pada contoh dengan
kadar asam urat tinggi sebanyak (2.3 ±1.2) kali/minggu.
Tabel 23 Rataan frekuensi konsumsi buah contoh
Jenis Pangan Rataan Frekuensi Konsumsi (kali/minggu)
Normal (n=15) Tinggi (n=15) Total (n=30)
Buah
Jeruk 2±1.06 2.3±1.2 2.1±1.1 1;4 1;4 1;4
Pisang 2±1.06 2.06±1.03 2.03±1.03 1;4 1;4 1;4
Pepaya 3±1.96 2.2±1.09 2.6±1.6 1;7 1;4 1;7
Melon 1.6±1.05 2.2±0.9 1.9±1.04 1;4 1;4 1;4
Jambu biji 1.9±1.03 1.3±0.6 1.6±0.8 1;4 1;3 2;14
Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal
47
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Tingkat kecukupan zat gizi yang dihitung adalah zat gizi makro, yaitu
energi, karbohidrat, protein, dan lemak. Konsumsi pangan contoh diperoleh
melalui recall 1x24 jam dengan alasan contoh sulit untuk ditemui dan dilakukan
recall. Meskipun hanya dilakukan recall 1x24 jam, dapat diketahui bahwa jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh tidak lah jauh berbeda setiap harinya
karena mereka pun juga sudah membatasi jumlah dan jenis pangan yang dapat
mereka konsumsi.
Untuk mengetahui menghitung tingkat kecukupan energi dan protein,
rataan asupan contoh dibagi dengan rataan Angka Kecukupannya berdasarkan
AKG WNPG VIII. Sedangkan untuk karbohidat dan lemak tidak dihitung tingkat
kecukupannya dikarenakan zat gizi tersebut tidak memiliki angka kecukupan.
Berikut ini merupakan tabel jumlah pangan beserta kandungan gizinya dalam
sehari.
Tabel 24 Jumlah konsumsi dan kandungan gizi pangan contoh dalam sehari
Variabel Kadar Asam Urat (mg/dL)
Normal Tinggi
Total
Asupan energi (kkal) 1537±280 1509±391 1436±264
(1073;1954) (1081;2796) (1073;2796)
Angka Kecukupan Energi (kkal/hari) 1694±235 1709±278 1702±253
(1239;1979) (1271;2167) (1239;2167)
Tingkat Kecukupan Energi (%) 89.8±15.9 82.2±20.8 86±18.6
(60.5-119.7) (44.2-108.1) (44.2-119.7)
Asupan protein (g) 47.8±14.6 47.5±16.7 47.6±15.4
(26.2;81.9) (20.9;85.9) (20.9;85.9)
Angka Kecukupan Protein (g/hari) 49.7±6.3 48.4±4.0 49.1±5.2
(38.7;61.1) (39.7;54.6) (38.7;61.1)
Tingkat Kecukupan Protein (%) 93.7±27.4 89.2±32.1 91.5±29.4
(46.8-163.8) (27.6-125.6) (27.6-163.8)
Asupan lemak (g)* 61.5±22.0 61.8±23.4 61.7±22.4
(32.1;109.1) (23.6;107.2) (23.6;109.1)
Asupan karbohidrat (g)* 202.8±48.3 195±59.4 198.9±53.4
(143.3;307.7) (132.7;378) (132;378)
*) Angka kecukupan tidak tercantum dalam WNPG VIII Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal.
Konsumsi Energi
Lansia adalah mereka yang telah berusia sama dengan di atas 60 tahun.
Lansia mengalami penurunan fungsi organ tubuh yang mengakibatkan
48
aktivitasnya menurun dibandingkan pada masa dewasa atau pun remaja. Hal ini
mengakibatkan kecukupan gizi lansia pada umumnya lebih rendah dibandingkan
pada kedua masa tersebut (Hardinsyah & Martianto 1988). Wirakusumah (2002)
menyatakan bahwa pada lansia penggunaan energi semakin menurun karena
proses metabolisme basalnya juga semakin menurun, kenyataan ini juga
berimplikasi pada penurunan kebutuhan energi lansia.
Konsumsi energi pada kelompok dengan kadar asam urat normal adalah
(1537±283.2) kkal/hari dan pada kelompok dengan kadar asam urat tinggi adalah
(1509±391.1) kkal/hari. Jumlah pangan yang dikonsumsi oleh kelompok contoh
dengan kadar asam urat normal rata-rata memenuhi 89.6% dari rata-rata
kecukupan contoh per hari. Rata-rata Tingkat Kecukupan Energi (TKE) contoh
dengan kadar asam urat normal adalah (89.6±17.7)%. Sedangkan Tingkat
Kecukupan Energi pada kelompok dengan kadar asam urat tinggi adalah (86.8±
23.6)%. Konsumsi energi pada kelompok dengan kadar asam urat normal lebih
tinggi dari konsumsi energi pada kelompok dengan kadar asam urat tinggi. Hasil
uji beda menunjukkan bahwa konsumsi energi pada ke dua kelompok contoh
tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.151).
Menurut penelitian Mutingatun (2006), tingkat konsumsi energi wanita
usia lanjut rata-rata hanya mencapai (61.1±22.6)% dan tingkat konsumsi protein
(68.1±36.1)%. Penelitian lain mengenai usia lanjut juga menunjukkan konsumsi
pangan yang tidak memenuhi kecukupan yang dianjurkan. Bila dibandingkan
dengan hasil penelitian tersebut, kecukupan energi pada kedua kelompok contoh
dalam penelitian ini sudah tergolong cukup baik.
Konsumsi Protein
Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh karena
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai
zat pembangun dan pengatur. Protein digunakan sebagai bahan bakar bila
keperluan energi tubuh tidak terpenuhi karbohidrat dan lemak.
Asam-asam nukleat dalam makanan akan dicerna dan konstituennya
berupa purin dan pirimidin akan diserap. Sejumlah besar purin dan pirimidin
disintesis dari asam-asam amino, terutama dalam hati kemudian dibentuklah
nukleotida-nukleotida, RNA dan DNA. Purin dan pirimidin yang dibebaskan pada
pemecahan nukleotida dapat dipakai kembali atau dikatabolisir. Sebagian kecil
akan dikeluarkan dalam bentuk yang tidak berubah dalam urin (Ganong 1983).
49
Konsumsi protein pada penderita penyakit asam urat harus dibatasi,
terutama yang mengandung purin tinggi. Hal ini dapat meningkatkan produksi
asam urat dalam darah akibat tingginya konsumsi bahan pangan dengan
kandungan purin tinggi. Maka dari itu diperlukan kehati-hatian dalam memilih
bahan pangan. Rata-rata konsumsi protein (Tabel 24) pada kelompok contoh
dengan kadar asam urat normal adalah (47.8±14.6) gram/hari dan pada
kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah (47.5±16.7) gram/hari.
Kedua kelompok tersebut mengkonsumsi protein dalam jumlah yang hampir
sama. Meskipun jumlah protein yang dikonsumsi hampir sama tetapi akan
memiliki dampak yang berbeda pada penderita penyakit asam urat, yaitu
produksi asam urat dalam darah akan cenderung meningkat. Hasil uji beda
menunjukkan bahwa konsumsi protein pada ke dua kelompok contoh tidak
memiliki perbedaan yang nyata (p=0.535).
Sesuai dengan Angka Kecukupan Protein pada WNPG VIII (2004), rata-
rata kecukupan protein contoh dengan kadar asam urat normal adalah
(94.8±28.4)% dan pada contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah
(86.8±23.6)%. Tingkat Kecukupan Protein (TKP) pada kelompok kadar asam urat
normal tergolong normal sedangkan TKP pada kelompok asam urat tinggi
tergolong defisit rendah. Menurut Khomsan (2005) asupan protein perlu dibatasi
karena dapat merangsang biosintesis asam urat dalam tubuh. Beberapa
makanan sumber protein yang bisa dikonsumsi adalah telur, susu, dan keju.
Konsumsi Lemak
Lemak merupakan salah satu zat gizi yang penting dan dibutuhkan oleh
tubuh dalam jumlah yang cukup, lemak dapat menyumbangkan energi bila
glukosa dalam darah telah habis dipakai. Lemak dalam jumlah yang cukup dapat
berfungsi dalam metabolisme tubuh, selain sebagai sumber energi, juga sebagai
pelindung bagian-bagian tubuh. Namun bila konsumsinya berlebihan, kelebihan
lemak ini akan disimpan dalam tubuh sebagai timbunan lemak (adiposit) dan bila
didukung dengan aktivitas yang santai maka akan menyebabkan kegemukan.
Konsumsi lemak berpengaruh terhadap produksi asam urat dalam darah.
Bahan pangan yang mengandung lemak tinggi terutama lemak jenuh dapat
meningkatkan produksi asam urat. Konsumsi lemak pada kelompok contoh
(Tabel 24) dengan kadar asam urat normal sebesar (61.5±27.08) gram/hari dan
pada kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi adalah sebesar
50
(61.8±23.4) gram/hari. Hasil uji beda menunjukkan bahwa konsumsi lemak pada
ke dua kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata (p=0.641).
Kegemukan yang diakibatkan oleh konsumsi lemak yang berlebih akan
menimbulkan berbagai risiko penyakit pada seseorang, tidak terkecuali kaum
lansia. Salah satu penyakit yang muncul akibat dari kegemukan adalah penyakit
degeneratif seperti diabetes mellitus, jantung, hipertensi dan juga artritis. Lemak
yang tertimbun dalam jaringan adipose akan menghambat sirkulasi darah dan
aliran zat gizi dalam tubuh.
Asam urat mempunyai kelarutan yang rendah dalam darah sehingga
perlu dilakukan pembatasan terhadap asupan makanan yang dapat menurunkan
kelarutannya dalam darah. Salah satu zat gizi yang dapat menurunkan asam urat
dalam darah adalah lemak. Konsumsi lemak tinggi akan meningkatkan lemak
plasma, akibatnya akan menurunkan kelarutan asam urat (Ganong 1983). Selain
itu, pembakaran lemak menjadi kalori akan meningkatkan keton darah (ketosis),
sehingga hal ini akan menghambat pembuangan asam urat melalui urin
(Khomsan 2005). Terhambatnya ekskresi asam urat dalam darah akan
menimbulkan penumpukan asam urat dan akhirnya menimbulkan kristal-kristal
yang mengendap pada sendi, terutama pada ujung jari kaki.
Menurut Khomsan (2005), konsumsi lemak berlebihan sebaiknya tidak
dilakukan karena lemak akan mengganggu ekskresi asam urat. Oleh sebab itu,
pembatasan konsumsi santan, daging berlemak, margarin, mentega, atau
makanan yang diolah dengan minyak perlu dilakukan. Asupan lemak yang
disarankan yaitu hanya sebanyak 15% dari total kalori. Orang sehat dianjurkan
mengkonsumsi lemak maksimal 25% dari total kalori.
Konsumsi Karbohidrat
Krisnatuti et al. (2000) menyatakan bahwa konsumsi tinggi karbohidrat
akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin. Menurut Soegih (1991)
dalam Yenrina (2001) konsumsi karbohidrat akan meningkatkan laju
pembersihan asam urat karena karbohidrat bersifat non ketogenik, hal ini tentu
saja selama tidak berlebihan maupun tak adanya kelainan metabolisme
karbohidrat.
Kelainan metabolisme disebabkan oleh defiseinsi enzim glukosa 6-
phospatase. Defisiensi enzim ini akan menyebabkan glikogen tidak dapat
digunakan sebagai cadangan sumber energi, sehingga tubuh menggunakan
sumber energi lainnya berupa lemak atau protein dengan hasil sampingan
51
berupa laktat, keton atau β-hidroksibutirat. Non ketogenik merupakan suatu
keadaan dimana reaksi metabolisme dari zat gizi tersebut tidak menghasilkan
badan keton sebagai hasil sampingannya yang dapat menimbulkan keracunan
(Ganong 1983).
Rata-rata konsumsi karbohidrat pada kelompok contoh dengan kadar
asam urat normal sebesar (202.8±48.3) gram/hari dan kelompok contoh dengan
kadar asam urat tinggi adalah sebesar (195.02±59.4) gram/hari. Tingginya
konsumsi karbohidrat pada contoh normal tidak menyebabkan peningkatan kadar
asam urat dalam darah karena sifatnya yang ketogenik. Sehingga asam urat
akan keluar melalui urin. Hasil uji beda menunjukkan bahwa konsumsi
karbohidrat pada ke dua kelompok contoh tidak memiliki perbedaan yang nyata
(p=0.094).
Disebutkan pula dalam Khomsan (2005) bahwa konsumsi karbohidrat
perlu diperhatikan karena karbohidrat mempunyai tendensi untuk meningkatkan
pengeluaran asam urat via urin. Namun, sebaiknya yang dikonsumsi adalah
karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana seperti gula, madu, sirop, dodol,
dan selai justru akan meningkatkan asam urat dalam darah.
Karbohidrat dalam bentuk fruktosa sebaikya dibatasi karena konsumsi
fruktosa yang tinggi dapat meningkatkan kadar asam urat. Jika fruktosa akan
digunakan oleh tubuh, fruktosa perlu mengalami fosforilasi terlebih dahulu
menjadi fruktosa-6-phospat dengan memecah ATP. Pemecahan ATP akan
menghasilkan senyawa purin adenine yang pada akhirnya akan dimetabolisme
menjadi asam urat (Fisher 1995 dalam Ganong 1983).
Konsumsi Air
Tubuh manusia mengandung 60%-70% air dari seluruh berat badan
sehingga bila tubuh kehilangan 20% saja dapat menyebabkan kematian. Fungsi
air dalam tubuh dapat melancarkan transportasi zat gizi, mengatur
keseimbangan cairan dan garam mineral dalam tubuh, mengatur suhu tubuh,
dan mengeluarkan sisa metabolisme dari tubuh (Hardinsyah et al. 2002).
Kehilangan air karena kekeringan, buang air, dan keringat harus segera
digantikan. Oleh itu disarankan agar kita mengkonsumsi air minimal setara
dengan 8 gelas atau 2 liter air sehari (Whitmire dalam Mahan 2000). Intake
cairan yang banyak dapat membantu mengeliminasi asam urat, dalam
pencegahan renal kalkuli, dan memperlambat progresif keterlibatan ginjal.
52
Kebutuhan air tentu berbeda menurut kelompok umur, aktivitas, suhu
tubuh, dan suhu lingkungan. Kebutuhan air bagi anak dan lansia lebih rendah
dibanding kebutuhan air remaja dan dewasa. Kebutuhan air ibu hamil dan
menyusui lebih banyak dibanding kebutuhan air wanita ketika tidak hamil dan
tidak menyusui. Penelitian ahli ginjal Siregar, P dkk (2009) di Jakarta dalam
Hardinsyah (2011) menunjukkan bahwa kebutuhan air pada lansia lebih rendah
dari orang dewasa yaitu 1-1,5 liter sehari.
Sebagian contoh mengkonsumsi air kurang dari delapan gelas (2 liter)
setiap harinya. Pada kelompok contoh yang memiliki kadar asam urat normal
terdapat 66.7% yang mempunyai kebiasaan minum lebih dari sama dengan
delapan gelas sehari dan sisanya 33.3% minum kurang dari 8 gelas sehari.
Kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi dan memiliki kebiasaan minum
lebih dari sama dengan delapan gelas sehari sebesar 40% dan 60% kurang dari
delapan gelas. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang nyata pada
konsumsi air minum di ke dua kelompok contoh (p=0.005). Berikut ini adalah
sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum sehari.
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum sehari
Konsumsi Air/hari
Contoh dengan kadar As.Urat
normal
Contoh dengan kadar As.Urat
tinggi
Total
N % N % N %
≥ 8 gelas 10 66.7 6 40.0 16 53.3 < 8 gelas 5 33.3 9 60.0 14 46.7
TOTAL 15 100 15 100 30 100
Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa 53.3% contoh lansia sudah
mempunyai kebiasaan minum ≥ 8 gelas/hari. Pada contoh dengan kadar asam
urat tinggi, proporsinya lebih banyak yang mengkonsumsi air minum <8 gelas/
hari dibandingkan dengan ≥ 8 gelas/hari. Kurangnya konsumsi minum pada
kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi merupakan salah satu pemicu
tingginya kadar asam urat. Khomsan (2005) juga menyatakan bahwa sangat
dianjurkan penderita gout menkonsumsi banyak cairan seperti air putih atau jus
buah. Hal ini dapat membantu pembuangan asam urat. Disarankan konsumsi air
putih bisa mencapai 10 gelas sehari (2.5 liter).
Jumlah konsumsi air yang dianjurkan untuk lansia menurut penelitian ahli
ginjal Siregar, P dkk (2009) di Jakarta dalam Hardinsyah (2011) yaitu 1-1.5 liter
sehari. Jumlah ini sesuai untuk lansia dalam keadaan normal. Sedangkan untuk
53
penderita gout atau yang memiliki kadar asam urat yang tinggi sebaiknya
mencapai 10 gelas sehari atau 2.5 liter.
Melalui uji statistik dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang nyata
(p<0.05) antara konsumsi air minum dengan kadar asam urat (p=0.006, r=-
0.487). Hal ini menunjukkan hubungan yang sangat erat antara kebiasaan minum
dengan pengurangan kadar asam urat. Semakin banyak jumlah konsumsi air
minum seseorang maka kadar asam urat dalam darahnya semakin kecil.
Menurut Krisnatuti et al. (2000) menyatakan bahwa konsumsi cairan yang tinggi
akan menurunkan konsentrasi asam urat di dalam darah melalui pengeluaran
urin yang banyak sehingga asam urat yang terbawa juga banyak.
Metabolisme purin dalam tubuh dipengaruhi oleh kerja enzim dan
hormon. Hormon yang berperan dalam ekskresi asam urat adalah hormon
glukokortikoid adrenal. Fungsi air itu sendiri menurut Santoso et al. (2011)
berperan penting dalam pembentukan berbagai cairan tubuh, seperti darah,
cairan lambung, hormon, enzim, dan lainnya. Tersedianya air dalam jumlah
cukup akan membantu pembentukan enzim dan hormon yang dapat
mengekskresikan asam urat sehingga asam urat yang ada pada tubuh akan
terekskresikan melalui ginjal dan kadar asam urat dalam darah akan berkurang.
Konsumsi Bahan Pangan Tinggi Purin
Peningkatan kadar asam urat dalam plasma dapat disebabkan oleh
meningkatnya produksi asam urat atau menurunnya pengeluaran asam urat.
Apabila produksi asam urat meningkat akan terjadi peningkatan pool asam urat,
hiperurisemia dan pengeluaran asam urat melalui urin meningkat. Peningkatan
produksi asam urat dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi bahan pangan
yang mengandung purin atau meningkatnya sintesisi purin dalam tubuh
(Krisnatuti et al. 2000).
Menurut Yenrina (2001), dalam bahan pangan , purin terikat dalam asam
nukleat berupa nukleoprotein. Di dalam usus, asam nukleat dibebaskan dari
nukleoprotein oleh enzim pencernaan, dan asam nukleat dipecah menjadi
mononukleotida. Selanjutnya mononukleotida dihidrolisis menjadi nukleosida.
Berdasarkan kandungan purinnya, bahan pangan dapat dibagi menjadi
tiga golongan A yaitu bahan pangan mengandung purin tinggi dengan
kandungan 150-1000 mg purin dalam 100 gram bahan, golongan B yaitu bahan
pangan mengandung purin sedang dengan kandungan 50-150 mg purin dalam
100 gram bahan, golongan C yaitu bahan pangan mengandung purin rendah
54
dengan kandungan 0-50 mg dalam 100 gram bahan (Lenna 1978 & Soegih 1991
dalam Yenrina 2001). Berikut ini adalah konsumsi purin pada kedua kelompok
contoh dalam satu hari.
Tabel 26 Jumlah konsumsi purin kelompok contoh dalam sehari
Kelompok Contoh Konsumsi Purin (mg/hari)
Kadar Asam Urat Normal (229.29±181.3) 48,59 ; 760.79
Kadar Asam Urat Tinggi (433.6±362.6) 90.87 1318.01
Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta jumlah minimal;maksimal.
Kelompok contoh dengan kadar asam urat normal rata-rata konsumsi
purin dalam satu harinya adalah sebeasar (229.29±181.3) mg/hari. Sedangkan
pada kelompok contoh dengan kadar asam urat yang tinggi rata-rata konsumsi
purin perharinya adalah sebesar (433.6±362.6) mg/hari. Dari Tabel 26 dapat
dilihat bahwa rata-rata konsumsi purin perhari pada kelompok contoh dengan
kandungan asam urat yang tinggi lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata
konsumsi kelompok contoh dengan kandungan asam urat normal. Hasil uji beda
menunjukkan bahwa konsumsi purin pada ke dua kelompok contoh tidak memiliki
perbedaan yang nyata.
Secara uji statistik tidak diperoleh hubungan yang nyata (p>0.05) antara
konsumsi purin dengan kadar asam urat dalam darah. Hal ini diduga karena data
base kandungan purin pada bahan pangan masih sangat terbatas, sehingga
untuk perhitungannya digunakan pendekatan bahan pangan yang hampir sama
dengan bahan pangan yang dikonsumsi contoh.
Perhitungan kandungan purin pada bahan pangan didasarkan pada hasil
penelitian Yenrina (2001). Pada penelitian tersebut diketahui kandungan purin
pada bahan pangan, baik hewani maupun nabati pada tiap golongan bahan
pangan. Bahan pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh
adalah daging sapi, telur ayam, cumi, dan daging ayam. Sedangkan pada bahan
pangan nabati, jenis yang paling sering dikonsumsi adalah tahu, tempe, bayam,
kangkung, dan buncis. Berikut ini adalah jenis pangan tinggi purin yang
dikonsumsi ke dua kelompok contoh.
55
Tabel 27 Jenis dan rataan frekuensi pangan tinggi purin contoh
Jenis Pangan Rataan Frekuensi (kali/minggu)
Normal Tinggi
Ikan 1.2±1.1 0;3
2.4±2.2 0;7
Ikan Asin 2.06±2.6 0;7
0.8±1.8 0;7
Daging ayam 1.2±1.01 0;3
1.9±1.3 0;4
Daging sapi 0.6±0.9 0;3
0.9±1.3 0;4
Bayam 0.9±0.8 0;2
1.2±1.1 0;3
Kangkung 0.73±0.79 0;2
1.0±1.1 0;3
Buncis 0.9±0.8 0;2
1.2±1.1 0;3
Daun singkong 0.3±0.6 0;2
0.5±0.9 0;3
Tahu 4.2±1.6 1;6
5.1±1.4 3;7
Tempe 4.2±1.0 3;5
5.1±1.4 3;7
Kacang tanah 0.2±0.4 0;1
0.4±0.9 0;3
Kacang kedelai 0.1±0.3 0;1
0.2±0.7 0;3
Sarden 0
0.2±0.7 0;3
Cumi-cumi 0 0.1±0.5 0;2
Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal.
Menurut Khomsan (2005) diet ketat terhadap makanan sumber purin
sesungguhnya masih diperdebatkan karena dewasa ini penggunaan obat dapat
menggantikan diet ketat purin sehingga pasien tidak tersiksa dalam
mengkonsumsi makanannya. Secara praktis seseorang tidak mungkin
mengeliminasi purin dalam diet sehari-hari karena hampir semua jenis makanan
mengandung nukleoprotein yang merupakan asal muasal purin.
Lebih lanjut lagi dijelaskan dalam Khomsan (2005) bahwa sumber
eksogenous asam urat memang dapat diturunkan dengan melaksanakan diet
rendah purin. Namun demikian, pembentukan asam urat yang bersifat
endogenous sangat sedikit dipengaruhi oleh diet seseorang. Menurut Ganong
(1983), pada kondisi pro-zat pembentuk purin tersedia cukup di dalam tubuh,
purin dari makanan tidak berfungsi sebagai pembentuk asam nukleat di dalam
tubuh. Zat gizi yang digunakan dalam pembentukan purin dalam tubuh adalah
56
glutamin, glisin, folat, aspartate dan karbondioksida. Hal ini sesuai dengan hasil
statistik yang menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jumlah
purin yang dikonsumsi dengan kadar asam urat dalam darah.
Pada dasarnya asam urat dapat terbentuk dalam tubuh dari metabolit
sederhana yang berasal dari pemecahan karbohidrat, lemak, dan protein. Jadi
sepertinya diet purin secara ketat tidak secara signifikan dapat menurunkan
cadangan asam urat dalam tubuh. Hanya saja, tetap dianjurkan bagi penderita
untuk menghindari makanan-makanan yang mengandung purin ekstra tinggi
(Khomsan 2005).
Konsumsi makanan sehari-hari seseorang umumnya mengandung 600-
1000 mg purin. Apabila seseorang telah menderita gout akut, maka disarankan
kandungan purin dalam menu sehari-hari adalah 100-150 mg (Khomsan 2005).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pangan tinggi purin pada
kelompok asam urat tinggi telah melebihi dari jumlah purin yang disarankan.
Kelebihan konsumsi purin berkisar 289.06 - 433.6% per hari.
57
Hubungan Karakteristik Rumah Tangga dan Individu, Aktivitas Fisik, Status
Gizi, dan Pola Konsumsi dengan Kadar Asam Urat
Analisis hubungan karakteristik rumah tangga dan individu, aktivitas fisik,
status gizi, dan pola konsumsi dengan kadar asam urat dilakukan dengan
menggunakan uji statistik Spearman’rho dan Pearson. Berikut ini adalah hasil
analisis hubungan dengan uji statistik Spearman’rho.
Tabel 28 Hasil Uji Hubungan dengan Uji Statistik Spearman’rho.
Variabel P
Tingkat pendidikan 0.534 Tingkat pendapatan keluarga 0.431
Besaran keluarga 0.474 Pekarjaan 0.474
Usia Menopause 0.034 Kebiasaan olahraga 0.595
Tingkat Pendidikan. Secara uji statistik Spearman tidak terdapat
hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkatan pendidikan dengan kadar
asam urat dengan p=0.534. Contoh dengan tingkatan pendidikan yang tinggi
belum tentu memiliki kadar asam urat yang normal dan begitu pula sebaliknya.
Tingkat Pendapatan Keluarga. Hasil uji menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pendapatan dengan kadar asam urat
dengan nilai p=0.431. Contoh dengan pendapatan kecil belum tentu mempunyai
kadar asam urat yang tinggi atau pun sebaliknya.
Besaran Keluarga. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05)
antara besar keluarga dengan kadar asam urat contoh dengan p=0.474. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar asam urat seseorang tidak dipengaruhi oleh besarnya
keluarga.
Pekerjaan. Tidak ada hubungan yang signifikan (p>0.05) antara kadar
asam urat dengan pekerjaan dengan nilai p=0.890. Jenis pekerjaan apapun yang
dilakukan oleh contoh tidak berhubungan dengan kadar asam urat contoh.
Usia Menopause. Hasil uji di atas menunjukkan hubungan yang
signifikan (p<0.05) antara usia menopause dengan kadar asam urat pada wanita
lansia (r= -0.389, p=0.034). Hal ini berarti semakin cepat usia menopause
seseorang maka kadar asam urat dalam darah akan semakin tinggi. Usia
menopause berhubungan dengan produksi hormon estrogen pada wanita yang
berperan dalam ekskresi asam urat.
Kebiasaan Olahraga. Hasil uji hubungan antara kadar asam urat dengan
kebiasaan berolahraga menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai
58
p=0.595. Kebiasaan olahraga yang teratur dapat menjaga stamina tubuh agar
tetap bugar dan terhindar dari serangan penyakit, salah satu contohnya adalah
penyakit yang disebabkan oleh meningkatnya kadar asam urat dalam darah.
Tetapi hasil uji hubung dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara kebiasaan olahraga dengan kadar asam urat dalam darah.
Selain dilakukan uji hubung dengan uji statistik Spearman’rho, dilakukan
juga uji hubung dengan uji statistik Pearson untuk variabel dengan data rasio dan
memiliki sebaran normal. Berikut ini adalah hasil uji statistik Pearson tersaji
dalam Tabel 29.
Tabel 29 Hasil Uji Hubungan dengan Uji Statistik Pearson
Variabel P
Usia 0.189 Pengetahuan gizi asam urat 0.359
Status gizi 0.614 Aktivitas fisik 0.842
Konsumsi energi 0.604 Konsumsi protein 0.790 Konsumsi lemak 0.857
Konsumsi karbohidrat 0.593 Konsumsi purin 0.685
Konsumsi air minum 0.006
Usia. Menurut uji statistik menggunakan Pearson tidak terdapat
hubungan yang signifikan (p>0.05) antara usia dan kadar asam urat contoh
dengan p=0.189. Tidak adanya hubungan antara usia dengan kadar asam urat
diduga karena usia contoh hampir homogen dan berada dalam kategori usia
yang sama.
Pengetahuan Gizi Asam Urat. Hasil uji menunjukkan tidak adanya
hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pengetahuan gizi dengan kadar asam
urat (p=0.359). Kelompok contoh dengan kadar asam urat tinggi memiliki
pengetahuan gizi tentang asam urat yang cenderung lebih baik bila dibandingkan
dengan kelompok contoh dengan kadar asam urat normal.
Status Gizi. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan
(p>0.05) antara status gizi dengan kadar asam urat dalam darah (p=0.614).
Status gizi mempunyai hubungan dengan risiko terjadinya obesitas yang akan
berakibat pada terganggunya metabolisme asam urat dalam tubuh. Tetapi pada
penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan
kadar asam urat. Tidak adanya hubungan diduga karena hampir semua contoh
memiliki status gizi yang normal.
59
Aktivitas Fisik. Tidak tampak hubungan yang nyata (p>0.05) antara
kadar asam urat dengan tingkat aktifitas (p=0.842). Aktifitas fisik yang baik dapat
meningkatkan massa tubuh, metabolisme basal, dan penggunaan energi secara
keseluruhan. Oleh karenanya, lanjut usia dianjurkan secara rutin untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (Komnas Lansia 2010)
Konsumsi Energi. Tidak ada hubungan yang nyata (p>0.05) antara
konsumsi energi dengan kadar asam urat., nilai p=0.604.
Konsumsi Protein. Menurut hasil uji Pearson tidak terdapat hubungan
yang nyata (p>0.05) antara kadar asam urat dengan konsumsi protein, nilai
p=0.790.
Konsumsi Lemak. Uji hubung menunjukkan tidak ada hubungan yang
nyata (p>0.05) antara konsumsi lemak dengan kadar asam urat dengan nilai p=
0.857.
Konsumsi Karbohidrat. Hasil uji hubung menyatakan tidak ada
hubungan yang nyata (p>0.05) antara konsumsi karbohidrat dengan kadar asam
urat dengan nilai p=0.593.
Konsumsi Purin. Melalui hasil uji statistik Pearson dapat diketahui
bahwa tidak ada hubungan nyata (p>0.05) antara konsumsi purin dengan kadar
asam urat dengan p=0.685. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara
konsumsi purin dan kadar asam urat diduga contoh telah merubah pola konsumsi
makannya setelah memasuki usia lanjut dan terlebih pada contoh yang
mempunyai kadar asam urat tinggi. Selain itu, pada dasarnya setiap orang
memiliki asam urat di dalam tubuhnya karena pada setiap metabolisme normal
dihasilkan asam urat. Tubuh menyediakan 85% senyawa purin untuk kebutuhan
setiap hari. Ini artinya kebutuhan purin dari makanan hanya sebesar 15%. Purin
yang dihasilkan oleh tubuh lah yang lebih berhubungan dengan meningkatnya
kadar asam urat dalam darah.
Konsumsi Minum. Hasil uji statistik Pearson menunjukkan hasil yang
signifikan (p<0.05) antara konsumsi minum dengan kadar asam urat dengan
(p=0.006,r= -0.487). Konsumsi minum yang banyak (≥ 8 gelas/hari) dapat
membantu menurunkan kadar asam urat dalam darah. Menurut Krisnatuti et al
(2000) konsumsi cairan yang tinggi akan menurunkan konsentrasi asam urat di
dalam darah melalui pengeluaran urin yang banyak sehingga asam urat yang
terbawa juga banyak.
60
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat
Penigkatan kadar asam urat dalam plasma dapat disebabkan oleh
meningkatnya produksi asam urat atau menurunnya pengeluaran asam urat.
Apabila produksi asam urat meningkat akan terjadi peningkatan pool asam urat,
hiperurisemia, dan pengeluaran asam urat melalui urin meningkat. Peningkatan
produksi asam urat dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi bahan pangan
yang mengandung purin atau meningkatnya sintesis purin dalam tubuh
(Krisnatuti et al. 2000). Selain itu faktor-faktor lain yang diduga dapat
mempengaruhi kadar asam urat adalah status gizi, pengetahuan gizi, usia
menopause, konsumsi protein, konsumsi lemak, konsumsi karbohidrat, konsumsi
makanan sumber purin, konsumsi minum, serta aktifitas fisik.
Setelah dilakukan uji korelasi terhadap semua variabel bebas dengan
kadar asam urat, hanya usia menopause dan konsumsi air minum saja yang
mempunyai hubungan dengan kadar asam urat. Kedua variabel tersebut
kemudian dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis regresi linier
berganda. Hasil uji regresi linier berganda antara kedua variabel bebas tersebut
terhadap kadar asam urat sebagai variabel terikatnya menghasilkan persamaan
y = 14.429 – 1.138x dengan signifikansi sebesar 0.006 dan R2=0.237. Konsumsi
satu gelas air per hari dapat menurunkan 1.138 mg/dL asam urat dalam darah
dan koefisien 14.429 menunjukkan apabila contoh tidak mengkonsumsi air
minum, asam urat pada lansia cenderung tinggi, yaitu sebesar 14.419 mg/dL.
Nilai R2=0.237 tersebut menunjukkan bahwa konsumsi air minum mempunyai
pengaruh terhadap kadar asam urat sebesar 23.7% sedangkan 76.3% lainnya
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
61
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil pengklasifikasian contoh berdasarkan status kadar asam uratnya
didapatkan bahwa proporsi lansia yang memiliki kadar asam urat normal dan
tinggi adalah sama besar, yaitu 50%.
Kelompok contoh dengan kadar asam urat normal sebagian besar
lulusan Sekolah Dasar (SD), yaitu 53.3% dan pada kelompok contoh dengan
kadar asam urat tinggi sebesar 23.3%. Pendapatan pada contoh dengan kadar
asam urat normal dan tinggi terbanyak ada pada selang di atas Rp 1.000.000,
yaitu secara berturut-turut 40% dan 60%. Presentase besaran keluarga contoh
dengan kadar asam urat normal dan tinggi secara berturut-turut adalah 60% dan
63.4% termasuk keluarga kecil. Usia contoh pada kedua kelompok mayoritas
tergolong pada usia 55-64 tahun, yaitu 66.7% pada kelompok dengan kadar
asam urat normal dan 53.3% pada asam urat tinggi. Contoh dengan kadar asam
urat normal lebih banyak mengalami menopause pada usia di atas 50 tahun,
yaitu sebanyak 11 orang atau 73.3% dan di bawah sama dengan 50 tahun
sebanyak 4 orang atau 26.7%. Sebaliknya, pada kelompok kadar asam urat
tinggi lebih banyak mengalami menopause pada usia di bawah sama dengan 50
tahun, yaitu sebanyak 9 orang atau 60% dan di atas 50 tahun sebesar 40%.
Pengetahuan gizi tentang asam urat pada kedua kelompok contoh tergolong
rendah. Rata-rata kedua kelompok contoh memiliki aktivitas fisik sedang (PAL =
1.70-1.99). Penilaian status gizi berdasarkan IMT, kedua kelompok contoh
sebagian besar berstatus gizi normal, yaitu 80% untuk kelompok kadar asam urat
normal dan 73.3% untuk kelompok kadar asam urat tinggi.
Uji hubung yang dilakukan menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara karakteristik rumah tangga dengan kadar asam urat (p>0.05).
Sama hal nya dengan karakteristik rumah tangga, setelah dilakukan uji hubung
terhadap semua karakteristik individu juga tidak semua variabel menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan dengan kadar asam urat (p>0.05).
Berdasarkan uji hubung yang dilakukan terdapat hubungan yang signifikan
antara usia menopause dengan kadar asam urat (p=0.034, r=-0.389) serta
konsumsi air minum dengan kadar asam urat (p=0.006, r=-0.487).
Hasil uji pengaruh yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa konsumsi
minum berpengaruh nyata terhadap kadar asam urat (R2=0.237). Hal ini
62
menunjukkan bahwa konsumsi air minum memberikan variasi terhadap kadar
asam urat sebesar 23.7%.
Saran
Penyakit Gout atau asam urat banyak diderita oleh kaum lanjut usia dan
pada wanita yang sudah mengalami menopause menjadi lebih rentan terkena
penyakit asam urat. Perlu adanya pengontrolan dan pemilihan jenis pangan yang
baik untuk dikonsumsi. Masih sedikitnya penyuluhan tentang kadar asam urat
pada lansia sehingga diperlukan adanya program-program penyuluhan tentang
asam urat pada wanita pra lanjut usia dan lanjut usia.
Hasil penelitian ini menunjukkan masih sangat rendah pengetahuan
mengenai asam urat pada wanita lanjut usia. Informasi mengenai asam urat
memang tidak terlalu mereka ketahui karena masih sedikit sekali penyuluhan
tentang asam urat. Diharapkan program-program penyuluhan mengenai
pengetahuan tentang pola konsumsi makan yang baik dan aktivitas fisik pada
pembinaan wanita pra dan usia lanjut semakin digalakkan. Sehingga diharapkan
penyakit asam urat dapat dikontrol bahkan dicegah sedini mungkin.
Penelitian ini hanya meneliti jenis pangan yang dikonsumsi oleh wanita
lanjut usia pada kedua kelompok, yaitu contoh dengan kadar asam urat normal
dan contoh dengan kadar asam urat tinggi pada saat ini saja, tanpa
membandingkan konsumsi makanan yang biasa mereka konsumsi sebelum
memasuki usia lanjut. Diharapakan ada penelitian lanjutan mengenai pola
konsumsi wanita lanjut usia sebelum dan sesudah memasuki usia lanjut dan
menderita penyakit asam urat.
63
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Arisman. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Astawan M. Wahyuni M. 1988. Gizi dan Kesehatan Manusia Usia ( Manusia Usia
Lanjut). Jakarta : PT. Melton Putra. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga
Berencana dan Keluarga Sehat. Jakarta: BKKBN. Bagian Gizi RS.Dr.Cipto Mangunkusumo dan Persatuan ahli Gizi Indonesia.
2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Edisi Baru. Cooper L, Barber E, Mitchell H, Rynbergen H, Greene J. 1963. Nutrition In Health
and Disease 14th Edition. USA: J B Lippincott Company.
David N Cox and Annie S Anderson. Food Choice. Di dalam: Gibney M J, Margetts B M, Kearney J M, Arab L. 2004. Public Health Nutrition. Blackwell UK: Science Ltd.
Depkes RI. 1991. Pedoman manajemen upaya kesehatan usia lanjut di Puskesmas Edisi pertama. Jakarta: Depkes RI.
__________. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Doewes M. 1996. Penuaan dan Kapasitas Kerja. Laporan dari WHO Study
Group. Hartanto, editor. Jakarta: EGC.
Dwiyanti, H. 1998. Pengaruh Fermentasi dan Jenis Ragi Tempe Terhadap Kadar Purin Dalam Kedelai. [Tesis]. Program Pascasarjana. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. IPB. Bogor.
FAO/WHO/UNU [Food and Agriculture Organization/ World Health Organization/
United Nations University]. 2001. Human Energy Requirement. Report of joint FAO/WHO/UNU Expert Consultation. Rome 17-24 Oktober.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga Medical Series. Ganong F William. 1983. Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Penterjemah : Adji
Dharma. Jakarta : EGC
Gibson RS. 2005. Principal of Nutrition Assesment. UK: Oxford University Press.
Hardinsyah, Briawan D, Retnaningsih, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Jakarta: Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan.
Hardinsyah, Martiano D. 1988. Menaksir kecukupan energi dan protein serta penilaian mutu gizi konsumsi pangan (diktat). Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
64
Hardinsyah. 2011. Anjuran Minum Air 8 Gelas Sehari Tak Menyesatkan. http://health.kompas.com [5 Agustus 2011].
Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan dan Gizi 2nd edition. Penerjemah: Suhardjo. Jakarta: UI Press.
Khomsan A, Sukandar D, Anwar F, Riyadi H, Mudjajanto E S. Research on Food
Security and Nutritional Status of Poor Hoeseholds In Highland and Coastal Areas. 2005. Bogor : IPB-Press.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. _________. 2005. Pangan dan Gizi Kesehatan. Bogor: Mayor Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Krisnatuti D, R. Yenrina dan V. Uripi. 2000. Perencanaan Menu untuk Penderita
Gangguan Asam Urat. Penerbit Swadaya. Jakarta. Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). 2010. Pedoman Active Aging
(Penuaan Aktif) Bagi Pengelola dan Masyarakat. Jakarta : Komnas Lansia.
Lehninger. 1991. Dasar-dasar Biokimia Jilid II. Penerbit Erlangga. Jakarta. Mahan, L.Kathleen and Stump, Sylvia Escott. 2008. Krause’s Food&Nutrition
Therapy. Philadelpia : WB Saunders Co. Edisi 12. Marga P. 2007. Hubungan Gambaran Diri Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Masa
Menopause Di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan.[skripsi]. Medan: Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Martin, D.W.,P.A.Mayer dan V.W. Rodwell. 1984. Biokimia (Harper’s Review of Biochemistry. Edisi 19). EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Murray Robert K,Granner Daryl K, and Rodwell Victor W. 2006. Harper’s
Illustrated Biochemistry. 27th edition. The McGraw-Hill Companies,Inc.Singapore.
Mutingatun N. 2006. Profil gizi dan sindrom menopause wanita lanjut usia di
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Nasoetion A et al. 1992. Laporan Pelaksanaan: Peningkatan Partisipasi Aktif Masyarakat Pedesaan dalam Pengembangan Sistem Pangan dan Gizi. Bogor: Dirjen Pembangunan Desa Departemen Dalam Negeri bekerja sama dengan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Nasoetion A, Briawan D. 1993. Makanan Bergizi untuk Kelompok Lanjut Usia. Bogor: Laboratorium Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Oswari. 1997. Menyongsong Usia Lanjut Dengan Bugar dan Bahagia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
65
Passmore, D. and M.A. Eastwood. 1987. Human Nutrition and Dietetics. Medical Division of Longman. Ltd. Churchil Living Stone. London.
Patmonodewo S, Asmodiwiryo ET, Marat S, Munandar U, Gunawan SD,
Soewondo S, Achir YCA. 2001. Bunga Rampai Perkembangan Pribadi dan Bayi sampai Lanjut Usia. Jakarta : UI-Press.
Price S A dan Wilson L M. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, E/6, Vol. 2. Alih bahasa: dr. Brahm U. Pendit, dr. Huriyawati Hartanto, dr. Pita Wulansari, dan dr. Asih Mahanani. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian Bogor.
Bogor : IPB Press. Riyadi H. 2001. Metode Penelitian dan Pengukuran Status Gizi. Bogor: Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Santoso Iman B, Hardinsyah, Siregar P, Pardede Sudung O. 2011. Air Bagi Kesehatan. Jakarta : Centra Communications.
Shahar S, Ibrahim Z, Rahman S A, Adznam S N. 2007. Pemakanan dan Penilaian Kesihatan Warga Tua. Malaysia: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Sukandar,D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek pangan, Gizi, dan Sanitasi
(Petani Daerah Lahan Kering di Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat).[Penelitian]. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Supariasa IDN, Bakri B, Hajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Wirakusumah ES. 2004. Tips dan Diet untuk Tetap Sehat, Cantik, dan Bahagia di
Masa Menopause. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
______________. 2001. Menu Sehat untuk Usia Lanjut. Jakarta : Pandu Sinergi. ______________. 2002. Tetap Bugar di Usia Lanjut. Jakarta : Trubus Agriwidya. [WKNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan
Gizi Di Era Otonomi Daereh dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. Wohl Michael G.dan Goodhart Robert S. 1968. Modern Nutrition in Health and
Disease. Fourth edition. Lea&Febiger. Philadelphia.
66
LAMPIRAN
65
Pengetahuan Gizi Tentang Asam Urat
1. Apa yang dimaksud dengan asam urat?
a. asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari
metabolisme purin
b. asam yang ada di urat
c. penyakit yang meyebabkan rasa nyeri di sendi
d. Tidak tahu / tidak jawab
2. Kelompok makanan apa yang menyebabkan kadar asam urat dalam
tubuh meningkat?
a. Makanan sumber karbohidrat
b. Makanan sumber lemak
c. Makanan sumber protein
d. Tidak tahu / tidak jawab
3. Contoh makanan yang menyebabkan peningkatan kadar asam urat
adalah:
a. Padi, kentang, gandum, roti
b. hati, ginjal, otak, jantung, paru, jeroan, udang, alkohol
c. sirup, susu, keju
d. Tidak tahu/tidak jawab
4. Sayuran yang menyebabkan penyakit asam urat adalah :
a. kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis,
jamur,daun singkong, daun pepaya, kangkung.
b. Sawi, ketimun, wortel, kubis, labu siam, kentang
c. Paria, tomat, katuk
d. Tidak tahu/tidak jawab
5. Siapa yang paling rentan terkena penyakit asam urat?
a. Wanita
b. Pria
c. Anak-anak
d. Tidak tahu/ tidak jawab
6. Berapa rata-rata kadar asam urat normal pada wanita?
a. 1,0 –2,5 mg/dl
b. 2,6 – 6 mg/dl
c. 7,0 – 12 mg/dl
d. Tidak tahu/ tidak jawab
7. Berapa rata-rata kadar asam urat normal pada pria?
a. 1,0 – 3,0 mg/dl
b. 3,5 – 7,0 mg/dl
c. 7,5 – 10,0 mg/dl
d. Tidak tahu/tidak jawab
66
8. Apa gejala umum dari penyakit asam urat? a. sakit perut b. sakit kepala c. nyeri sendi d. Tidak tahu/ tidak jawab 9. Hormon apa yang ada pada wanita yang dapat melindungi wanita dari penyakit asam urat? a. estrogen b. testosteron c. Insulin d. Tidak tahu/ tidak jawab 10. Contoh menu makanan yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah adalah… a. roti, nasi goreng, kentang rebus, kue, sirup b. ikan sarden, tempe semur, soto babat, rendang hati, sayur daun
singkong c. keju, pudding, biskuit, ayam goreng d. Tidak tahu/ tidak jawab
67
Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Sampel
Pemeriksaan kadar asam urat menggunakan alat Easy Touch® II Blood
Uric Acid Test Strips. Alat ini digunakan hanya untuk diagnosis in vitro. Alat ini
dirancang untuk pemeriksaan kuantitatif kadar asam urat dalam keseluruhan
darah kapiler segar. Pengukuran berdasarkan pada determinasi pada perubahan
saat itu yang disebabkan oleh reaksi asam urat dengan reagent pada elektroda
strip. Ketika darah sampel secara lembut tersentuh daerah target sampel pada
strip, darah secara otomatis tergambarkan ke dalam zona reaksi pada strip. Hasil
uji akan terpampang pada layar setelah 10 detik.
Tata cara persiapan dan pengambilan darah sampel :
1. Cuci tangan dengan sabun dan air hangat, kemudian keringkan.
2. Siapkan penusuk sesuai dengan instruksi.
3. Gunakan penyekap alkohol dan yakinkan bahwa jari sudah benar-benar
dalam keadaan kering sebelum menusuk jari sampel.
4. Gunakan penusuk untuk memperoleh tetesan darah. Hindari terlalu
memencet titik tusukan.
Tahapan pengujian kadar asam urat adalah sebagai berikut :
1. Sisipkan strip penguji. Strip penguji diselipkan pada lubang strip penguji
dan pengukur akan bergerak secara otomatis.
2. Penggunaan sampel. Ketika tanda tetesan darah terpampang pada layar,
teteskan darah sampel pada daerah target sampel pada strip penguji.
Darah secara otomatis tergambar pada zona strip uji. Pengukur akan
segera memulai pengukuran kadar asam urat.
3. Membaca hasil setelah 10 detik. Kadar asam urat akan terpampang pada
layar setelah 10 detik.
Nilai yang Diharapkan.
Hasil yang diharapkan untuk kadar asam urat normal adalah sebagai berikut :
Pria : 3~7.2 mg/dL (179 ~ 428 µmol/L)
Wanita : 2~6 mg/dL (119 ~ 357 µmol/L).
Selang nilai diatas hanyalah referensi dan tidak sesuai untuk semua orang.
68
Uji Regresi Linier Berganda Asam Urat dengan Kebiasaan Minum
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 14.429 2.746 5.254 .000
minum -1.138 .386 -.487 -2.949 .006
a. Dependent Variable: as.urat
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .487a .237 .210 2.72827
a. Predictors: (Constant), minum