Post on 18-Jun-2015
description
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI EPILEPSI
Kurnia Kusumastuti
SMF/Lab Ilmu Penyakit Saraf FK Unair / RSU Dr. Soetomo Surabaya
Summary : The International League Against Epilepsy (ILAE) and the International Bureau for Epilepsy
(IBE) have come to consensus definition for the term epileptic seizure and epilepsy. An epileptic seizure is
a transient occurrence of sign and/or symptoms due to abnormal excessive or synchronous neuronal activity
in the brain. Epilepsy is a disorder of the brain characterized by an enduring predisposition to generate
epileptic seizures and by the neurologic, cognitive, psychological, and social consequences of this
condition. The definition of epilepsy requires the occurrence of at least one epileptic seizure.
Key Words : Epilepsy – Seizure – Definition – Classification – Epidemiology – International League
Against Epilepsy – International Bureau for Epilepsy .
Epilepsi dan stroke merupakan gangguan neurologi yang paling banyak dijumpai.
Prevalensi epilepsy dunia adalah 7 permil. Epilepsi sangat berpotensi mengganggu
pendidikan, pekerjaan, interaksi sosial dan rasa percaya diri. Diagnosis tepat dan akurat,
disertai tatalasana medis dan sosial yang memadai akan dapat mengoptimalisasi keadaan.
Dokter keluarga bekerjasama dengan dokter ahli penyakit saraf dapat membantu
mengetahui apakah episode paroksismal yang terjadi itu adalah epileptic seizures,
epilepsy atau merupakan suatu sindroma epilepsy sehingga penderita dapat tertangani
dengan baik. (Blume 2003). Studi di Rochester, Minnesota mendapatkan angka 40%
insidens seizure adalah akibat dari gangguan akut serebral maupun sistemik, bukan
epilepsy. Studi lain , dari 184 penderita yang dikirim ke satu ahli neurology dengan
epilepsi, 46 terjadi misdiagnosa dan dari 46 penderita ini 12 dikirim dengan drug
resistant epilepsy (BMJ 2002 )
Epilepsi adalah penyakit otak yang banyak dijumpai di Indonesia, dengan prevalensi
berkisar antara 0,5 – 1,2 %, sehingga dengan jumlah penduduk 210 juta orang maka
populasi masyarakat yang menderita epilepsi mencapai 2,1 juta orang. Penggunaan mesin
EEG digital akan sangat membantu untuk mengetahui apakah abnormalitas gelombang
otak itu fokal atau general.
Proporsi etiologi pada newly diagnosed epilepsy ( Sridharan 2002 )
(Dikutip dari Sridharan 2002. Epidemiology of epilepsy)
Proporsi incidence case menurut tipe kejang
(Dikutip dari Sridharan 2002. Epidemiology of epilepsy)
Proporsi etiologi pada newly diagnosed epilepsy adalah 61% untuk kriptogenik menyusul
vaskular (15%). Proporsi incidence case menurut tipe kejangnya terbanyak adalah
complex partial seizure (36%) menyusul simple partial seizure (14%).
.
Proporsi prevalence case menurut tipe gelombang epileptogenik di Lab EEG RSU
Dr. Soetomo
Pada studi yang dilakukan di Laboratorium EEG RSU Dr. Soetomo Surabaya dari
Januari sampai juni 2007 ada 360 penderita yang didiagnosa klinis sebagai epilepsi. Dari
jumlah tersebut hanya 140 penderita yang dapat terdeteksi gelombang epileptogeniknya,
dengan perincian 24% adalah general dan 76% adalah fokal.
Gelombang epileptogenik di temporal 38%, frontal 37%, parietal 13%, oksipital 6%,
central 6%.
DEFINISI :
Definisi merupakan alat untuk berkomunikasi, menegakkan diagnosa dan
diagnosa banding, namun deskripsi dari inti permasalahan dan penentuan batas –
batasnya ( boundaries ) sering sulit kita terapkan dalam praktek sehari-hari. Sebagai
contoh, pada definisi epileptic seizure, pernyataan electrical activity of the brain during
the episode penting pada definisi namun sulit diterapkan pada praktek sehari-hari.
Kata seizure berasal dari bahasa yunani yang berarti to take hold. Terminologi popular
modern memakai kata seizure untuk segala kejadian hebat yang muncul mendadak.
Banyak kejadian fisik maupun psikologis yang muncul mendadak, namun tidak bersifat
patologis, meskipun mirip dengan epileptic seizure.
International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy
telah membuat suatu konsensus tentang definisi istilah epileptic seizure dan epilepsy.
An epileptic seizure is a transient occurrence of signs and / or symptoms due to
abnormal excessive or synchronous neuronal activity in the brain.
Epilepsy is a disorder of the brain characterized by an enduring predisposition to
generate epileptic seizures and by the neurobiologic, cognitive, psychological, and social
consequences of this condition. The definition of epilepsy requires the occurrence of at
least one epileptic seizure. Definisi ini dapat kita lihat pada ILAE 2001 Glossary of
Descriptive Terminology for Ictal Semiology ( Blume 2001, Fisher 2005 ).
Definisi epileptic seizure :
Elemen dari definisi epileptic seizure adalah :
1. Mode of onset and termination.
2. Clinical Manifestation.
3. Abnormal enhanced synchrony.
Mode of onset and termination :
Suatu epileptic seizure harus bersifat transien, dengan batas waktu onset dan
terminasi yang jelas. Terminasi dari epileptic seizure sering kurang jelas dibandingkan
onsetnya oleh karena gejala post iktal dapat mengaburkan batas akhir dari periode
seizurenya. Awal dan akhir dari periode epileptic seizure dapat berdasarkan pola tingkah
laku ( behaviour }dan EEG. Namun kedua hal ini tidak selalu terjadi bersama.
Clinical manifestation :
Epileptic seizure adalah suatu kejadian klinis, sehingga tanda dan gejala yang ada
harus ada pada definisinya. Bentuk seizure yang muncul sangat tergantung pada lokasi
onset di otak, pola propagasinya, maturitas otak , proses penyakit otak yang ada, siklus
bangun-tidur, medikasi dan berbagai faktor lain. Seizure dapat mempengaruhi fungsi
sensoris, motoris, auditoris, kognisi, atau tingkah laku. Manifestasi sensoris dapat berupa
somatosensoris, auditoris, visual, olfaktoris, gustatoris, vestibuler dan juga sensasi
internal yang lebih kompleks yang berupa distorsi persepsi kompleks. Pada definisi
terdahulu, hal ini disebut psychic seizure.
Menurut ILAE Glossary of Descriptive Terminology for Ictal Semiology (Blume 2001)
defisit kognisi saat seizure dapat berupa problema persepsi, atensi, emosi, memori,
eksekusi, praxis atau bicara. Distorsi memori dapat bersifat negative seperti gangguan
formasi dan retrieval memori dan dapat pula bersifat positif seperti deja vu dan forced
memory lain selama seizure. Pada definisi terdahulu ini disebut psychic seizure juga.
Status emosi harus dipertimbangkan juga pada definisi oleh karena manifestasi seizure
dapat berupa rasa takut, rasa puas, cemas, gembira, sedih dan sensasi subyektif lain yang
tidak dapat diterangkan dengan sensasi primer.
EEG seizure (seizure pattern of EEG ) bukanlah epileptic seizure, namun klinisi harus
lebih berhati-hati dan cermat dalam mengobservasi penderita oleh karena mungkin saja
terdapat epileptic seizure yang minimal saat terjadi EEG seizure.
Abnormal enhanced synchrony:
Ini adalah bagian yang yang paling sulit untuk dibuktikan pada praktek sehari-
hari, oleh karena bangkitan elektris hanya dapat dilihat pada keadaan tertentu dari suatu
test EEG. EEG pada penderita recurrent seizure dapat normal pada pemeriksaan EEG
permukaan (skulp EEG) interiktal maupun iktal. Namun demikian, definisi menganggap
bahwa bangkita elektris yang abnormal dapat dilihat pada keadaan yang ideal. Tanpa
memasukkan kriteria bangkitan elektris pada definisi epileptic seizure , banyak kejadian
klinis non epileptik akan masuk dalam kriteria definisi epileptic seizure. Firing dari
neuron dapat mengenai sel neuron eksitasi maupun inhibisi, jadi tidak selalu benar kalau
epileptic seizure itu terjadi kalau eksitasi lebih mendominasi inhibisi. Gambaran yang
lebih umum adalah bahwa epileptic seizure terjadi apabila terdapat hipersinkroni dari
neuron di otak. Pada trigeminal neuralgia terjadi hipersinkroni neuron gi ganglion
trigeminal, namun tidak disebut epileptic seizure. Korteks serebri merupakan elemen
primer dalam pembentukan epileptic seizure, namun epileptic seizure dapat berasal dari
thalamocortical interactive system atau brainstem (Fisher 2005)
Otak terdiri dari jutaan sel saraf yang mengontrol bagaimana cara kita berpikir, bergerak,
dan merasakan sesuatu. Sel saraf melakukan hal ini dengan cara menyalurkan signal
elektris satu sama lain. Apabila signal ini terganggu secara mendadak , maka dapat
menyebabkan epileptic seizure. Otak mempunyai berbagai fungsi antara lain kepribadian,
mood, memori, gerakan, kesadaran dan sensibilitas, yang kesemuanya ini dikontrol oleh
otak. Hal ini semua dapat terganggu apabila terjadi epileptic seizure ( NSE 2007).
Definisi epilepsi :
Elemen-elemen pada definisi epilepsi adalah :
1. History of at least one epileptic seizure.
2. Enduring alteration in the brain.
3. Associated conditions.
History of at least one epileptic seizure
Untuk mendiagnosa epilepsi maka minimal harus ada satu kali epileptic seizure.
Predisposisi seperti riwayat keluarga dan adanya gelombang epileptogenik pada EEG
tidak cukup untuk mendiagnosa epilepsi. Definisi tersebut tidak menyebutkan bahwa
epileptic seizurenya itu harus unprovoked seperti tercantum pada definisi sebelumya,
namun disamping terdapat minimal satu kali epileptic seizure , terdapat juga perubahan
pada jaringan otak.
Enduring alteration in the brain
Konsep sentral dari definisi epilepsi adalah adanya perubahan pada jaringan otak
yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya epileptic seizure berikutnya. Jadi pada
konsep ini diagnosa epilepsi tidak memerlukan dua epileptic seizure, namun satu kali
epileptic seizure sudah cukup asalkan disertai dengan adanya perubahan pada jaringan
otak yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya epileptic seizure berikutnya.
Epileptic seizure berulang akibat causa yang berbeda dan satu epileptic seizure pada otak
yang normal tidak disebut epilepsi.
Associated conditions
Kadang-kadang epilepsi tidak hanya cukup ditandai dengan epileptic seizure yang
berulang atau cenderung berulang. Pada beberapa penderita, maka gangguan perilaku,
seperti problema kognisi interiktal dan post iktal dapat merupakan bagian dari kondisi
epilepsi. Kondisi epilepsy lain diantaranya stigma, restriksi, overproteksi, isolasi, dan
konsekuensi psikologi dari penderita dan keluarganya (Fisher 2005 ).
DIAGNOSIS EPILEPSI
Oleh karena konsekuensi psikologis dan sosial sangat berat, maka membuat
diagnosa epilepsi dapat menciptakan disabilitas yang lebih besar dari disabilitas akibat
gangguan otak itu sendiri. Oleh karena itu lebih baik jangan menegakkan diagnosa
epilepsi sebelum dapat memastikan bahwa itu benar-benar epilepsi. Meskipun secara
jelas dan pasti keadaan paroksismal itu adalah epileptik, namun belum tentu keadaan ini
adalah epilepsi. Ketika kejang epileptik yang isolated itu merupakan respon natural dari
otak terhadap suatu epileptogenic noxious insult, seperti withdrawal alkohol atau sedatif,
demam tinggi pada anak , sleep deprivation, trauma kepala, ini adalah reactive seizure
dan bukan epilepsi. Dalam kasus ini maka terapi yang diperlukan adalah menghindari
hal-hal tersebut diatas yang dapat memprovokasi terjadinya kejang dikemudian hari.
Isolated seizure dapat merupakan reactive seizure dan pada banyak kasus sering tidak
terjadi lagi (Aminoff 2003 ).
Sebelum memutuskan apakah kejadian paroksismal itu adalah suatu gangguan
epilepsi, maka harus dipertimbangkan 2 alternatif ini yaitu :
(a) kejadian nonepileptik yang menyerupai epileptic seizure dan
(b) true epileptic seizure akibat kondisi non neurologis.
Oleh karena konsekuensi psikologis dan sosial sangat berat, maka membuat diagnosa
epilepsi dapat menciptakan disabilitas yang lebih besar dari disabilitas akibat gangguan
otak itu sendiri. Oleh karena itu lebih baik jangan menegakkan diagnosa epilepsi sebelum
dapat memastikan bahwa itu benar-benar epilepsi. Meskipun secara jelas dan pasti
keadaan paroksismal itu adalah epileptik, namun belum tentu keadaan ini adalah epilepsi.
Ketika kejang epileptik yang isolated itu merupakan respon natural dari otak terhadap
suatu epileptogenic noxious insult, seperti withdrawal alkohol atau sedatif, demam tinggi
pada anak , sleep deprivation, trauma kepala, ini adalah reactive seizure dan bukan
epilepsi. Dalam kasus ini maka terapi yang diperlukan adalah menghindari hal-hal
tersebut diatas yang dapat memprovokasi terjadinya kejang dikemudian hari. Isolated
seizure dapat merupakan reactive seizure dan pada banyak kasus sering tidak terjadi lagi.
Table 1 : Seizure-like phenomena and possible interpretations
False seizure
Interpretation Seizure-like events
Temporal Daytime microsleep, narcolepsy, night terrors, panic attacts,
Fugue states, transient global amnesia,pseudoseizures,
Hyperventilation
Focal sensory TIAs, hyperventilation
Focal motor Pseudoseizures, TIAs, movements disorders
Occipital Migraine
Absence Daytime microsleep
Atonic Syncope, cardiac arrhythmias, cataplexy, TIAs,
Hyperventilation
Myoclonic Syncope, cardiac arrhythmias
Generalized Pseudoseizures, syncope, hyperventilation
Diambil dari Blume. CMAJ.Feb.18, 2003;168(4)
Tabel 2 : Differential of generalized tonic – clonic seizures from pseudiseizure and
syncope
Characteristic Generalized tonic –
clonic seizure
Pseudoseizure Syncope
Circumstances
Situation
Precipating factors
Presence of others
Awake or a sleep
Sleep loss, alcohol
withdrawal, flashing
lights
Variable
Awake
Emotion
Usual
Usually upright; any
position if
cardiogenic
Emotion, injury,
heat, crowds; none
if cardiogenic
Variable
Motor phenomena
Vocalization
Location of motor
component (if
present)
Generalized motor
Tonic posture
Head movement
Clonus/limb jerks
Purposeful
movements
Biting
Babinski’s sign
At onset, if any
Proximal limb
Tonic, then clonic
Partial flexion or
straight
To one side or none
Bilaterally
synchronous
Absent
Tongue, inside
mouth
Present
During course
Proximal limb
Tonic; flailing;
struggling or
thrashing or both
Opisthotonic
Side to side
Asynchronous
Occasional.
Including avoidance
Lips, arms, other
people
Absent
None
None
Usually atonic, if
syncope lasts > 20
seconds; tonic, then
clonic
-
-
Bilaterally
synchronous
Absent
Tonque biting rare
Absent
Autonomic
features
Micturition Frequent Rare Occasional
Eyes Open Closed Open
Pupils Dilated or hippos
during attacks
Normal Dilated
Colours Cyanotic or grey Rubor or normal Pale
Pulse Rapid, strong Normal Slow if vasovagal,
weak if
vasodepressor; that
of arrytmias if
cardiogenic
Cognitive and
behavioral aspects
Awareness Lost Preserved Lost or impaired
Talking None Occasional None
Restraint necessary To prevent injury; 1
person suffices
To control violence;
many people
required
Never
Timing
Usual duration 1-5 min 5-60 min 1-2 min
Restraint necessary To prevent injury; 1
person suffices
To control violence;
many people
required
Never
Timing
Usual duration 1-5 min 5-60 min 1-2 min
Onset Sudden Gradual Gradual, possibly
sudden if
cardiogenic
Sequence of
symptoms
Stereotyped Variable Stereotyped
Termination Spontaneous Spontaneous or
induced by
supraorbital
pressure; suggestion
Rapid
Sequele
Injury Frequent. Mild;
scalp, face, common
Rare, but multiple
bruises possible;
scalp, face, rare
If sudden onset
Postictal Tired, confused,
sleeps
Alert, emotional
outburst
Regains
consciousness in 2-3
min; alert but tired
(Dikutip dari Blume 2003.CMAJ, Feb 18)
Kondisi yang dapat menyebabkan epileptic seizure atau transient epileptic disorder
(Blume 2003) :
- Kejang demam pada early childhood
- Sleep deprivation
- Hipoglikemia
- Hiponatremia
- Ensefalopati metabolik
- Infeksi susunan saraf pusat
- Alcohol or drug withdrawal
- Drug abuse (e.g.,amphetamines, cocaine)
- Pharmacological agents (e.g.,aminophylline, phenithiazines, and some
analgesics)
- Acute traumatic seizures (mild-moderate head trauma followed immediately
by a tonic-clonic seizure)
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses diagnosa epilepsi (MOH
Clinical Practice Guidelines 99)
1. Deskripsi epileptic seizure dari penderita atau saksi mata
2. Klasifikasi epileptic seizure
3. Perhatikan hal-hal berikut :
- Usia onset ( banyak epilepsi adalah age-specific)
- Riwayat keluarga
- Faktor presipitasi , seperti stimulasi fotik dan hiperventilasi
- EEG untuk melihat abnormalitas fokal atau general
- Imaging untuk melihat adanya lesi structural atau idiopathic epilepsy
- Gangguan metabolisme
4. Klasifikasi sindroma
Deskripsi epileptic seizure :
1. Riwayat serangan dari penderita
- frekuensi serangan
- factor atau situasi pencetus
- gejala sebelum dan selama serangan ( termasuk gejala fisik, psikis, kesadaran)
- durasi gejala
- gejala sesudah terjadi serangan
- luka, lidah tergigit, inkontinensia
2. Riwayat serangan dari saksi mata
- frekuensi serangan
- deskripsi tentang pengamatannya sebelum dan selama serangan ( termasuk
derajad responsifnes, fenomena motorik, vokalisasi, warna tubuh, napas, pulsa
nadi)
- deskripsi tingkah laku setelah terjadi serangan.
3. Riwayat ini termasuk hal-hal dibawah ini
- usia
- jenis kelamin
- riwayat penyakit dahulu termasuk kejang demam dan trauma kepala
- riwayat gangguan psikiatri terdahulu
- riwayat sosial
- riwayat keluarga
- riwayat pengguna alkohol atau obat-obatan
KLASIFIKASI :
Bagian yang penting dalam proses diagnosis adalah klasifikasi epileptic seizure
dan epileptic syndrome. Klasifikasi epileptic seizure penting untuk rujukan, investigasi
dan pemilihan obat anti epilepsi, sedangkan klasifikasi sindroma epilepsi penting untuk
menentukan prognosis, respons terhadap obat anti epilepsy dan keperluan brain imaging.
Sindroma epilepsi diklasifikasikan berdasarkan tipe epileptic seizure, age of onset, EEG
dan imaging.(MOH 99)
INTERNATIONAL CLASSIFICATION OF EPILEPTIC SEIZURE
I. Partial (focal, local) seizures
A. Simple partial seizure
1. With motor signs
2. With somatosensory or special sensory symptoms
3. With autonomic symptoms or signs
4. With psychic symptoms
B. Complex partial seizure
1. Simple partial onset followed by impairment of consiousness
2. With impairment of consciousness at onset
C. Partial seizure evolving to secondarily at onset
1. Simple partial seizures evolving to generalized seizures
2. Complex partial seizures evolving to generalized seizures
3. Simple partial seizures evolving to complex partial seizure evolving
to generalized seizures
II. Generalized seizure (convulsive or nonconvulsive)
A. Absence seizures
1. Typical absences
2. Atypical absence
B. Myoclonic seizures
C. Clonic seizures
D. Tonic seizures
E. Tonic – Clonic seizure
F. Asenic seizures (Astatic seizure)
III. Unclassified epileptic seizure
Reproduced with permission from Commission on Classification and terminology of the International
Leage Against Epilepsy (1981)
International Leage Against Epilepsy mengklasifikasi kejang epileptik menjadi 2 kategori
besar yaitu : (1) general kalau gangguan iktalnya bermula dari kedua hemisfer otak
secara simultan dan (2) parsial apabila bermula dari suatu regio di salah satu hemisfer
otak. Kejang epileptik parsial selanjutnya terbagi menjadi kejang parsial sederhana
(simple partial seizure) jika kesadarannya baik dan kejang parsial kompleks (complex
partial seizure) apabila kesadaran penderita terganggu. Kejang epileptik general termasuk
kejadian konvulsif seperti tonik klonik, murni tonik, murni klonik dan kejadian non
konfulsif seperti typical dan atypical absences, dan kejang dengan gejala motorik minor
seperti kejang mioklonik , tonik yang singkat, dan atonik. Ketiga tipe kejang terakhir ini
dapat menyebabkan penderita terjatuh yang sering disebut drop attacts.
Kejang epileptik bukanlah suatu proses yang statis, namun ia berkembang seiring dengan
penyebaran discharge nya. Konsekuensinya kejang parsial sederhana yang gejalanya
tergantung area otak yang terkena dapat berkembang menjadi gejala dengan penurunan
kesadaran. Pada keadaan ini kejang parsial sederhana sering dianggap sebagai aura , yang
dapat berkembang menjadi kejang parsial kompleks maupun kejang general yang disebut
kejang general sekunder.
Skema yang berguna untuk mengorganisasi kondisi epilepsi
With generalized seizures With partial (localization
related) seizures
Conditions with reactive
seizures
Abnormal reaction of a
normal brain to
physiological stress or
transient epileptic insult
Primary (idiopathic) epilepsies
Without structural lesions,
benign, genetic
Secondary (symptomatic)
epilepsies
With structural lesions
and associated
neurological and
psychological
disturbances
Febrile seizures
Most toxic and metabolic causes of
seizures
Most isolated epileptic seizures
Early post traumatic seizures
Benign neonatal seizures
Childhood absence epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Epilepsy with generalized tonic—
clonic seizures on awakening
Juvenile myoclonic epilepsy
Early myoclonic encephalopathy
West syndrome
Lennox-Gastaut syndrome
W h e n s u p e r i m p o s e d o n
t r a n s i e n t o r
preexisting
nonepileptogenic brain
injury, as often seen
with alcohol withdrawal,
head trauma, and
hyperosmolar states
Benign childhood epilepsy
with centrotemporal spikes
Early onset benign
childhood occipital
epilepsy
Late-onset childhood occipital
epilepsy
Temporal lobe epilepsy
Epilepsia parcialis continua
(two forms)
All epileptic conditions due to
focal lesions
* Modified with permission, from the commission oil Classification and Terminology of the International
League against Epilepsy (1989)
International League Against Epilepsi mengkategorikan epilepsi menjadi parsial
(localization –related) dan general tergantung dari letak abnormalitas epileptogenik yang
mendasarinya , apakah berada di suatu bagian di salah satu hemisfer otak atau
menyangkut kedua hemisfer secara difus. Selanjutnya epilepsi ini juga dibagi menjadi
epilepsi primer ( idiopatik ) yang bersifat genetik, age-related, biasanya kondisinya
benign dimana epilepsi merupakan gejala yang menonjol atau memang merupakan satu-
satunya gejala dari gangguan itu, dan epilepsi sekunder (simtomatik) dimana kejang
epileptiknya merupakan akibat dari gangguan struktural di sebagian atau seluruh otak,
bisa didapat (acquired) ataupun diturunkan (inherited). Pada gangguan genetik seperti
tubero-sklerosis dimana defek utama dari otak adalah berupa patologi serebral yang
spesifik dan menimbulkan tanda dan gejala yang multipel, meskipun epilepsi merupakan
gejala utama, tetap digolongkan menjadi epilepsi sekunder simtomatik.
Juvenile absence epilepsy, epilepsy with grand mal seizures on awakening and juvenile
myoclonic epilepsy kelihatannya saling berhubungan karena menifestasinya serupa dan
berbagai tipe itu sering terjadi pada keluarga yang sama. Ada berbagai varian pada
idiopathic partial epilepsy, yang tersering adalah benign childhood epilepsy with centro
temporal spikes, dengan manifestasi hanya berupa konvulsi nokturnal dengan frekuensi
rendah, atau kejang motorik / sensorik yang terjadi saat siang hari, terutama mengenai
mulut dan wajah. Kondisi ini biasanya mudah dideteksi lewat anamnesa dan gambaran
EEG yang khas, tidak memerlukan terapi anti epilepsi dan biasanya gejala akan
menghilang setelah menginjak dewasa. Benign idiopathic epilepsy ini harus dibedakan
dengan age-related symptomatic generalized epilepsies, early myoclonic encephalopathy,
West Syndrome and Lennox Gastout syndrome yang merupakan akibat dari berbagai
kondisi neuropatologi yang menghasilkan kerusakan otak menyeluruh, retardasi mental
dan kejang campuran yang intraktabel. Benign idiopathic epilepsy ini juga harus
dibedakan dengan epilepsi parsial sekunder akibat dari lesi epileptogenik yang terlokalisir
dengan manifestasi dan prognosis yang berbeda tergantung dari lokasi dan patologi yang
mendasarinya.
Epilepsy Syndromes and Paroxysmal Events
SYNDROME ETIOLOGY SEIZURES
A) Epilepsy Unknown or
symptornatic
Epileptic seizures
1) Focal epilepsyUnknown or
symptomatic
Focal seizures
1a) Temporal lobe epilepsyUnknown or
symptomatic
Automotor, dialeptic seizures,
abdominal, psychic, olfactory,
autonomic auras
laa) Mesial temporal lobe
epilepsy
Unknown or
symptomatic
Automotor, dialeptic seizures,
abdominal, psychic, olfactory,
autonomic auras
lab) Neocortical temporal
lobe epilepsy
Unknown or
symptomatic
Automotor, dialeptic, versive,
tonic,clonic seizures, abdominal,
psychic, olfactory, autonomic auras
1b) Frontal lobe epilepsyUnknown or
symptomatic
Automotor, dialeptic, versive,
tonic,clonic seizures, abdominal,
psychic, olfactory, autonomic auras
1ba) Supplementary
sensorimotor area
epilepsy
Unknown or
symptomaticTonic, hypermotor seizures
1c) Perirolandic epilepsyUnknown or
symptomatic
Focal clonic, myoclonic seizures
somatosensory auras
1d) Parieto-occipital lobe
epilepsy
Unknown or
symptomatic
Focal clonic, myoclonic seizures
somatosensory auras
1e) Rasmussen s syndrome Symptomatic Focal seizures
1 f ) Benign focal epilepsy of
childhoodIdiopathic
Focal seizure, secondarily generalized
seizures
SYNDROME ETIOLOGY SEIZURES
2) Generalized epilepsy Unknown or
symptomaticGeneralized seizures
2a) Absence epilepsy Idiopathic Dialeptic seizures, generalized
tonic-clonic seizures
2b) Juvenile myoclonic epilepsy Idiopathic Generalized myoclonic, dialeptic,
generalized tonic-clonic seizures
2c) Grand mal epilepsy Idiopathic Generalized tonic-clonic seizures
2d) West's syndrome Unknown or
symptomaticEpileptic spasms
2e) Lennox-Gastaut syndromeUnknown or
symptomatic
Generalized tonic, generalized
myoclonic, generalized atonic
seizures, dialeptic seizures2f) Progressive myoclonus epilepsyUnknown or
symptomatic
Generalized myoclonic,
generalized tonic-clonic seizures
3) Neonatal epilepsy Unknown or
symptomatic
Focal clonic, myoclonic
hypomotor seizuresB) Spoadic seizures ('GelecenheitsanfaIle") Idiopathic Generalized, focal seizures
1) Febrile convulsion Idiopathic Generalized, focal seizures
2) Situation-related seizures Idiopathic Generalized, focal seizures
3) Isolated seizures Symptomatic* Generalized, focal seizures
C) Paroxysmal events Unknown Paroxysmal events
Dikutip dari Luders HO.2001. Atlas of Epileptic Seizures and Syndrome. Recommendation of the ICES
( Commission on Classification and Terminology of the ILAE 1989)
PEMERIKSAAN UNTUK EPILEPSI DEWASA
EEG :
Satu kali EEG akan menunjukkan gelombang epileptogenik pada 29-38% penderita
epilepsy dewasa. Setelah lima kali ulangan EEG dengan usaha ekstra maka kemungkinan
untuk menangkap gelombang epileptogenik ini meningkat menjadi 59-77%. EEG dapat
menangkap gelombang epileptogenik pada 1,8-4% penderita normal . Spesifisitas EEG
diperkirakan mencapai 96% dengan sensitifitas minimal 29%, meningkat minimal 59%
dengan EEG ulangan. Kemungkinan mendapatkan gelombang epileptogenik pada EEG
rutin tergantung dari durasi waktu rekaman, adanya gelombang tidur, serta segeranya
direkam setelah terjadi kejang.
Pada penderita epilepsi kandidat operasi, epileptogenic zone harus diketahui. Untuk itu
diperlukan gambaran EEG seizure disertai video clinical seizure. Untuk ini sering
diperlukan longterm video-EEG monitoring dimana rekaman video-EEG dilakukan
selama 24 jam atau lebih sampai ditemukan EEG seizure dan clinical seizure.
Brain imaging :
CT scan dan MRI dapat memperlihatkan struktur jaringan otak, sedangkan neuroimaging
lain memperlihatkan fungsi jaringan otak dan tata kerjanya. Hal ini sering dilakukan
pada penderita kandidat operasi.
Untuk beberapa tipe epilepsi maka neuroimaging mungkin tidak diperlukan.
Neuroimaging harus dipertimbangkan apabila penyebab epileptic seizure adalah sesuatu
yang dapat berubah, seperti benign tumor yang dapat membesardan malformasi vascular
yang dapat pecah dan menimbulkan perdarahan. Pada keadaan ini serial imaging
diperlukan untuk mencermati situasi. MRI juga berguna apabila kausa epileptic seizure
itu suspected but indefinite, seperti trauma kepala ringan.
CT atau MRI tidak diperlukan pada sindroma epilepsi yang jelas, seperti absence,
juvenile myoclonic epilepsy, atau benign rolandic epilepsy, yang kausanya genetik dan
MRI atau CT scan hampir selalu normal atau tidak berhubungan dengan epilepsinya.
Neuroimaging yang kurang popular antara lain adalah :
- Single photon emission computed tomography (SPECT) yang memperlihatkan peta
aliran darah di berbagai bagian dari otak
- Positron emission tomography (PET), yang memperlihatkan seberapa banyak glukosa
atau oksigen dimetabolisme di berbagai bagian dari otak.
- Magnetoencephalography (MEG), yang mengukur lapang magnit yang kecil untuk
mempelajari pola elektris otak dengan mengurangi pengaruh tulang tengkorak dan
jaringan lain seperti yang terjadi pada EEG.
- Magnetic resonance spectroscopy (MRS), yang mempelajari signal yang dipancarkan
oleh fosfor misalnya. MRS menggunakan teknologi seperti MRI yang menggunakan
atom hydrogen. MRS dapat digunakan untuk melihat metabolisme di otak.
- Ultrasound yang dapat melihat cairan atau darah di otak bayi yang baru lahir.
(Kuzniecky 2004)
Pemeriksaan lain :
Glukosa darah, urea, elektrolit, tes fungsi lever, kadar calcium, ECG.
Daftar Pustaka
Aminoff MJ,Daroff RB.(ed) 2003. Encyclopedia of the Neurological Science. USA:
Academic Press. p. 195-290.
Anonim. 2002. BMJ; 324: 495-496
Blume WT, Luders HO, Mizzahi E, et al. 2001. Glossary of Descriptive terminology for
ictal semiology : report of the ILAE Task Forse on Classification and Terminology.
Epilepsia ;42:1212-8
Blume WT.2003. Diagnosis and management of epilepsy. CMAJ.Feb.18,168(4)
Doose H. 2003. EEG in childhood epilepsy. France: John Libboy Eurotext.
p. 190-356
Fisher RS, Emde Boas W, Blume W, et al. 2005. Epileptic Seizures and Epilepsy :
Definition Proposed by International League Against Epilepsy (ILAE) and the
International Bureau for Epilepsy (IBE). Epilepsia, 46(4):470-472
Kuzniecky R.MD, 2004.Looking at the brain. Epilepsy.com Content
Luders H.O., Noachtar S. 2000.Epileptic Seizures Pathophysiology and
clinical Semiology. USA: Churchill Livingstone.p.21-77,125-127,509-529
Luders H.O., Noachtar S. 2001.Atlas of Epileptic Seizure and Syndromes.
Philadelphia: W.B. Saunders co. p.2-32
MOH Clinical Practice Guidelines 5/99. Epilepsy.com
Sridharan R. 2002. Epidemiology of epilepsy. Current Science, vol 82,No.6: 664-670
Te National Society for Epilepsy. 2007. Epilepsy.com